Pertanyakan revaluasi aset, DPR berencana revisi UU BUMN

Selasa, 8 Maret 2016 | 14:48 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) siap menaikkan nilai aset perusahaan pelat merah dengan cara melakukan revaluasi nilai aset.

Revaluasi tersebut diklaim untuk menaikkan nilai BUMN. Namun demikian, di sisi lain terdapat risiko yang akan diterima BUMN jika pemerintah melakukan revaluasi aset, yakni tanggungan pajak yang dinilai dapat memberatkan pihak BUMN.

Atas hal itu, Ketua Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Hafiz Thohir menuturkan bahwa Komisi VI akan mengajukan revisi UU BUMN terkait revaluasi aset pemerintah.

"Soal revaluasi, ada rencana pemerintah untuk menaikkan nilai aset BUMN dengan cara lakukan revaluasi nilai aset dengan harapan rasio menjadi baik, tetapi ada risiko pajak, maka itu harus dirumuskan mekanisme revaluasi tersebut jangan sampai memberatkan BUMN," kata Hafiz, Senin (7/3/2016).

Revaluasi aset merupakan salah satu yang terkandung dalam poin-poin krusial yang akan dibahas dalam revisi UU BUMN. Selain tentang revaluasi, nantinya DPR juga akan mengatur terkait hutang negara. Dimana BUMN harus melalui izin DPR dalam mekanisme pembiayaan hutang negara.

"Adanya mekanisme pembiayaan hutang negara yg harus melalui izin DPR itu untuk menghindari agar BUMN tidak sembarangan meminjam dana sebab banyak kejadian gagal bayar. Hal ini karena BUMN adalah asset negara maka harus kita selamatkan," ujar politisi dari fraksi Hanura itu.

Hafiz juga menjelaskan terkait poin penjaminan asset dan hutang yang juga menjadi salah satu poin revisi dalam UU BUMN.

"Soal penjaminan asset dan hutang, biasa yang terjadi dibelakang hari adalah hutang BUMN yang gagal bayar, serta ada asset yang digadaikan yang kemudian menjadi beban bagi BUMN tersebut sehingga akibatnya, BUMN menjadi tidak sehat. Maka dari itu, mekanisme penggadaian asset dan hutang ini harus dibahas secara komprehensif bagaimana sebaiknya agar tidak menjadi masalah dikemudian hari," terangnya.

Hafiz juga menilai business plan yang kurang baik dapat menjadi penyebab yang menjadikan BUMN gagal membayar hutang.

"Ya (gagal bayar) karena bisnis plan-nya tidak baik, mungkin waktu dibuat feasibility study-nya tidak akurat sehingga terjadi salah kaparah dalam pelaksanaannya yang akhirnya membebani usaha dan rugi. Untuk revaluasi asset pasti akan terjadi tambahan beban pajak perusahaan yang harus dibayar kepada pemerintah," jelasnya.

Selain ketiga poin tersebut, Hafiz mengatakan masih ada beberapa poin lainnya dalam revisi UU BUMN.

Yakni, adanya overlapping UU BUMN dengan UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan negara, UU Penanaman Modal, UU perseroan Terbatas yang menuntut untuk diadakannya harmonisasi.

Serta adanya rencana merger beberapa BUMN, PMN baik tunai maupun non tunai dan juga terkait penugasan negara (PSO).

Pembahasan terkait revisi UU BUMN ini rencananya akan dilanjutkan usai masa reses sekitar April ataupun Mei. Hafiz sendiri mengklaim bahwa revisi ini akan rampung setidaknya pada bulan Agustus ataupun September. kbc10

Bagikan artikel ini: