Penjelasan mengapa penyelidikan dan penyidikan terhadap La Nyalla tidak sah

Jum'at, 18 Maret 2016 | 21:46 WIB ET

SURABAYA, kabarbisnis.com: Ketua Umum Kadin Jatim La Nyalla Mahmud Mattalitti resmi mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Surabaya, Jumat (18/3/2016). La Nyalla mengajukan gugatan praperadilan atas ditetapkannya dirinya menjadi  tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur terkait perkara penggunaan dana hibah Kadin Jatim untuk pembelian saham Initial Public Offering (IPO) Bank Jatim senilai Rp5 miliar.

Gugatan praperadilan itu didaftarkan oleh Tim Advokat Kadin Jatim, di antaranya Sumarso, Moh Maruf Syah, Mustofa Abidin, dan Amir Burhanuddin, dengan nomor pendaftaran 19/Proper/2016/PN.Sby yang diterima oleh Ardi Koentjoro SH, MH dari PN Surabaya.

Anggota Tim Advokat Kadin Jatim, Moh Maruf Syah, mengatakan, dalam perkara itu sudah tak ada kerugian negara karena semua kerugian sebagaimana hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah dikembalikan dan dibebankan kepada dua terpidana yang telah divonis pengadilan pada Desember 2015, yaitu Diar Kusuma Putra dan Nelson Sembiring.

"Selain sudah tidak ada kerugian negara, perkara ini juga sangat dipaksakan karena sebenarnya penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Tinggi tidak sah karena penyelidikan dan penyidikan sebelumnya telah dibatalkan oleh PN Surabaya sesuai hasil gugatan praperadilan nomor 11/PROPER/2016/PN.SBY tanggal 7 Maret 2016," kata Maruf Syah.

 

Untuk diketahui, sebelum menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dan penetapan tersangka untuk La Nyalla, Kejati Jatim telah mengeluarkan dua Sprindik pada bulan Februari 2016 terkait kasus yang sama. Terpidana dalam kasus itu yang telah menjalani hukuman dan membayar kerugian negara, Diar Kusuma Putra, lantas mengajukan gugatan praperadilan atas dua Sprindik itu lantaran merasa menghadapi ketidakpastian hukum. Nah, dalam gugatan praperadilan itu, hakim memutuskan penyidikan untuk kedua kalinya atas dana hibah pada Kadin Jatim adalah  perkara "nebis in idem", sehingga penyidikan itu tidak sah dan bertentangan dengan hukum.

"Putusan PN Surabaya sudah jelas bahwa penyidikan yang dilakukan oleh termohon sebenarnya tidak dapat dilakukan lagi alias nebis in idem. Jadi mengapa sekarang kembali diulang," kata Maruf.

 Maruf menegaskan, sesuai pertimbangan dalam putusan praperadilan, kejaksaan sudah tidak dapat lagi mengeluarkan surat perintah penyidikan untuk kedua kalinya jika terkait dengan dana hibah Kadin Jatim, apalagi sampai menetapkan tersangka. 

Menurut Maruf, Kejati hanya  mengulang pemeriksaan terhadap fakta-fakta yang sebenarnya sudah ada sejak penyidikan tahun 2015. "Semua yang dipaparkan Kejati itu sudah terungkap semua di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tahun lalu. Dalam gugatan praperadilan sebelumnya bahkan saksi ahli dari Kejati, yaitu Pak Bambang Nurcahyo dari BPKP yang mengaudit masalah ini juga menyatakan bahwa pembelian saham IPO Bank Jatim merupakan temuan dalam perkara terdahulu," kata Maruf.

Anggota Tim Advokat Kadin Jatim lainnya, Amir Burhanuddin, mengatakan, putusan hakim dalam gugatan praperadilan sebelumnya juga menegaskan bahwa tidak bisa dilakukan adanya upaya hukum lanjutan. Pasalnya, Sprindik yang dikeluarkan pada Februari 2016 sudah dinyatakan tidak sah oleh hakim, sehingga secara otomatis upaya untuk membuka kasus itu dalam bentuk apapun juga tidak sah secara hukum.

"Lha kok sekarang dikeluarkan Sprindik baru atas masalah yang sama. Kan Sprindik sebelumnya sudah dinyatakan tidak sah. Otomatis penyelidikan maupun penyidikan atas masalah ini juga tidak bisa dilakukan. Intinya, perkara ini adalah kategori yang tidak bisa disidik lagi. Nebis in idem,” kata Amir.

Dia menambahkan, penyidikan yang dilakukan saat ini sama dengan perkara yang dulu sudah dituntutkan kepada dua terpidana pengurus Kadin Jatim, yaitu Diar dan Nelson. Padahal, terhadap fakta-fakta yang sudah terungkap pada penyidikan yang lalu, apabila penyidik tidak melakukan penuntuan saat itu, tidak serta-merta bisa dibuka lagi di kemudian hari.

"Dalam sidang praperadilan sebelumnya juga sudah gamblang dikatakan saksi ahli Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, bahwa jika dalam satu fakta hukum terjadi dua perbuatan pidana di dalamnya, ternyata dalam fakta hukum tersebut hanya dituntut salah satu, lalu di kemudian hari dituntut satunya lagi, maka sesungguhnya masuk dalam pengertian nebis in idem. Kan fakta materiilnya sama, sehingga tidak bisa dibuka lagi,” tegas Mustofa Abidin,Tim Advokat Kadin Jatim lainnya.

"Oleh karena itu,  apa yang dilakukan oleh Termohon dengan mengeluarkan kembali surat perintah penyidikan serta menetapkan La Nyalla sebagai tersangka adalah hal yang tidak sah dan melanggar hukum," tegas Mustofa. kbc5

Bagikan artikel ini: