Sidang praperadilan La Nyalla, jaksa ngotot ajukan saksi penyidik mereka sendiri

Kamis, 19 Mei 2016 | 14:08 WIB ET

SURABAYA, kabarbisnis.com: Sidang lanjutan praperadilan atas penetapan Ketua Umum Kadin Jatim La Nyalla Mattalitti sebagai tersangka dalam perkara dana hibah Kadin kembali berlanjut di Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis (19/5/2016). Sidang kali ini sebenarnya beragendakan pengajuan pembuktian termasuk bukti dokumen tertulis oleh pihak termohon, yaitu Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim. Namun, pihak termohon belum siap dan meminta waktu hingga besok Jumat (20/5/2016).

Karena tak siap, demi efisiensi waktu, Hakim tunggal Mangapul Girsang menyilakan termohon mengajukan saksi. Kejati Jatim ternyata mengajukan saksi dari kalangan penyidik. Mangapul memutuskan penyidik tidak bisa menjadi saksi karena merupakan pihak kejaksaan sendiri. ”Sesuai UU 16/2004 tentang Kejaksaan pasal 2 ayat 3, kejaksaan adalah satu dan tidak terpisahkan. Sehingga tidak bisa penyidik menjadi saksi (bagi dirinya sendiri). Ini bukan saya otoriter, tapi aspek hukumnya seperti itu,” kata dia.

Namun, tim jaksa dari Kejati Jatim tetap ngotot mengajukan penyidik sebagai saksi. Sempat terjadi perdebatan. Mangapul menyatakan, tidak mungkin penyidik bersaksi untuk dirinya sendiri, karena obyek praperadilan ini adalah produk hukum yang diterbitkan Kejati Jatim.

Karena jaksa terus ngotot, Hakim Mangapul akhirnya menyilakan dua penyidik dari Kejati Jatim untuk memberi penjelasan. Namun, Mangapul memberi pernyataan tegas bahwa keterangan penyidik tersebut bukan sebagai saksi, sehingga tidak memiliki kekuatan sebagaimana keterangan saksi. ”Jadi penyidik ini bukan sebagai saksi,” tegasnya.

Hakim Mangapul sempat menegur jaksa selaku kuasa termohon saat mengajukan pertanyaan ke penyidik yang dihadirkan. Jaksa memanggil penyidik dengan sebutan ”saudara saksi”. ”Ini bukan saksi, jangan dipelintir! Sekali lagi ini hanya penjelasan!” tegas Mangapul.

Sementara itu, Tim Advokat Kadin Jatim Sumarso menyatakan keberatan dengan dihadirkannya penyidik Kejaksaan dalam persidangan, meski bukan sebagai saksi. ”Kan sudah jelas bahwa penyidik tidak memiliki kualitas sebagai saksi. Pertama, tak diperbolehkan seseorang bersaksi untuk dirinya sendiri. Kedua, penyidik bukan saksi fakta seperti diklaimkan kejaksaaan. Penyidik itu saksi yang mendengarkan dari orang lain, jadi bukan saksi fakta. Ketiga, semestinya penyidik itu menjelaskan di jawaban termohon. Toh apa yang diketahui penyidik ya sudah ada di BAP sesuai pasal 75 KUHAP. Jadi tidak dibikin show di pengadilan seperti ini. Penjelasan penyidik ini tidak memiliki dampak hukum apapun,” beber Sumarso.

Langgar KUHAP

Tim Advokat Kadin Jatim lainnya, Fahmi Bachmid, menambahkan, meski keberatan dengan kehadiran penyidik memberi penjelasan di persidangan, secara substansi apa yang disampaikan penyidik sebenarnya justru menunjukkan ada yang salah dalam penetapan La Nyalla sebagai tersangka.

”Tadi dikatakan oleh penyidik bahwa penetapan tersangka dilakukan terlebih dahulu baru keluar Sprindik (Surat Perintah Penyidikan) atas nama tersangka. Padahal, di KUHAP kan jelas disebutkan bahwa penyidikan itu tahapan untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang terjadi untuk menemukan tersangkanya. Ibaratnya, pokoknya ditentukan dulu tersangkanya, urusan dasar-dasar pembuktian belakangan. Fakta yang sama juga terungkap saat praperadilan sebelumnya yang membatalkan seluruh Sprindik kejaksaaan,” jelas Fahmi.

Dalam sidang, hakim Mangapul memang menanyakan ke penyidik, ”Setelah Sprindik tanggal 12 April 2016, sebelum lahir surat penetapan tersangka pada 12 April 2016 juga, tindakan penyidikan apa yang Saudara lakukan dalam rentang waktu itu?”

Lalu dijawab oleh penyidik bernama Andri, ”Administrasi di kami, penetapan tersangka dulu Yang Mulia, baru keluar terbit Sprindik atas nama tersangka.” kbc9

Bagikan artikel ini: