Jalankan reforma agraria, RI perlu belajar dari empat negara ini

Kamis, 4 Mei 2017 | 18:01 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Indonesia dapat menimba pelajaran dari sejumlah negara yang berhasil menerapkan reforma agraria. Institute for Development on Economic and Finance (Indef) mencatat negara yang dimaksud itu adalah Jepang, Taiwan dan Korea Selatan dan Malaysia.

Peneliti Indef Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan model keberhasilan reforma agraria yang dilakukan Jepang tidak lepas dari strategi pemerintahnya dengan cara membeli lahan dari tuan tanah para feodal.Selain itu, pemerintah Jepang juga menerapkan skema kredit jangka panjang bagi petani pada pemerintah lokal.

Kemudian pemerintah lokal Jepang juga berperan sebagai pengawas. Sehingga produktivitas lahan pada tahun 1952 mereka meningkat 50% dibanding sebelum perang dunia kedua. "Nah, ini kita kondisinya sesuai dengan Jepang. Kalau Indonesia mau meniru Jepang, karena kita juga sudah otonomi daerah. Maka refromasi agraria ini bisa benar-benar dilakukan dengan baik sesuai dengan tujuan awal," kata Bhima dalam diskusi di Jakarta, Kamis (4/5/2017).

Sementara di Taiwan,sambung Bhima upaya reformasi agraria yang dilakukannya dengan cara lahan negara dialihfungsikan sebagai lahan pertanian. Lalu departemen pertanian dan kehutanan sebagai pelaksananya, serta petani diberikan akses untuk memanfaatkan lahan dengan diberikan hak guna lahan dalam pencapaian sistem produksi."Hasilnya, pemerintah Taiwan berhasil membagikan tanah ke 194.823 petani, 85 persen tanah reforma agraria merupakan tanah penghasil padi yang produktif," ujarnya.

Bahkan di Korea Selatan, kata Bhima mereka mengakuisisi lahan perusahaan dan memberikan kompensasi bagi pemilik lahan. Kementerian Pertanian dan Kehutanan juga sebagai pelaksana, rumah tangga petani membeli lahan yang sudah diakuisisi oleh pemerintah melalui skema kredit, dan hasilnya 89% petani berhasil memiliki lahan produktif.

"Kalau mau lihat contoh reforma agraria yang gagal itu di El Salvator, Bolivia, dan Peru. Nah, untuk menghindari kegagalan, Indonesia perlu melakukan kebijakan inklusif, distribusi lahan yang demokratis, pemberdayaan petani paska reforma agraria, dan kepemilikan individual," terangnya.

Bhima menambahkan selain itu juga perlu adanya sinkronisasi data karena selama ini data antar lembaga yang ada masih berbeda-beda dan tumpang tindih. Juga perlu adanya legalitas tanah dengan menetapkan kriteria tanah yang berhak mendapatkan sertifikat, dan melakukan evaluasi serta pengawasan terhadap proses legalisasi tanah agar tidak terjadi penyelewengan atau moral hazard petugas lapangan.

"Perlu juga menetapkan dasar hukum legalisasi tanah yang memuat kriteria, cara pendataan, prosedur dan mekanisme pengawasan. Perlu juga menetapkan ketua kelompok tani dari pemuka agama atau adat setempat. Dengan adanya kelompok agraria itu, maka pemerintah jadi mudah melakukan pemantauan," kata dia.

Adapun pelaksanaan reforma agria di Malaysia, kata Bhima dengan membentuk Otoritas Pegelola Reforma Agraria. yang akan memastikan pengelolaan tanah hasil reforma agria dapat berjalan baik.Adanya lembaga baru yang langsung berada dibawah presiden ini akan menyusun regulasi dan koordinasi instansi pemerintah akan mudah direalisasikan.

Bhima menuturkan melalui lembaga khusus ini masyarakat yang sebelumnya tidak memiliki tanah dapat bertransformasi menjadi kelompok menengah desa dan reforma agraria terwujud. “Lembaga tersebut berfungsi sebagai bank tanah yang kemudian membagikannya kepada para petani untuk dimanfaatkan sebagai lahan perkebunan," tuturnya.

Tidak berhenti sampai di situ, lembaga tersebut juga memainkan peranan penting dalam pembangunan wilayah perdesaan melalui pembangunan infrastruktur untuk membangun kawasan dan pengembangan ekonomi wilayah."Sehingga reforma agraria tidak berjalan di tempat dan bisa memberikan dampak positif terhadap perkembangan ekonomi di masa mendatang," pungkasnya.kbc11

Bagikan artikel ini: