Ratusan triliun habis buat songsong swasembada Pajale dan kamuflase stop impor

Senin, 10 Juli 2017 | 19:56 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Institute for Development on Economic and Finance (Indef) mencatat naiknya anggaran pembangunan pertanian khususnya guna menggapai upaya swasembada pangan di tiga komoditas padi, jagung, dan kedelai (pajale) belum juga tercapai.

Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati mengatakan pada awal pemerintahan Jokowi-JK menargetkan swasembada sejumlah komoditas pangan strategis mulai dari padi, jagung, kedelai (pajale) dalam waktu tiga tahun. Dalam mencapai target tersebut, sambung Enny pemerintah telah meningkatkan anggaran secara signifikan dengan harapan bisa mewujudkan target kedaulatan pangan tersebut. Anggaran kedaulatan pangan melonjak hingga 53,2% dari Rp 67,3 triliun di 2014, menjadi Rp 103,1 triliun di 2017.

Anggaran tersebut, kata Enny terutama guna meningkatkan produksi dan produktivitas pangan, yang dialokasikan melalui Kementerian Pertanian, Kementerian PU PERA, program subsidi pupuk dan subsidi benih. Total belanja keempat komponen ini melonjak 61,7% dari Rp 40,2 triliun di 2014 menjadi Rp 65 triliun di 2017.

"Artinya empat komponen ini telah menyedot 59,5 persen dari total alokasi anggaran kedaulatan pangan. Tapi besarnya anggaran untuk program swasembada pangan ini tidak sejalan dengan hasil yang didapatkan," kata Enny dalam diskusi Indef tentang Evaluasi Kebijakan Pangan Pemerintahan Jokowi-JK di Kantor Indef, Jakarta, Selasa (10/7/2017).

Menurut Enny dalam konteks swasembada pajela tidak secara merata dan optimal mengakselerasi produksi dan produktivitas. Ia mencontohkan penurunan impor jagung karena dipaksakan turun, dengan kebijakan larangan impor.

Begitu impor jagung ditekan, justru impor gandum naik signifikan. Karena jagung selama ini digunakan untuk pakan ternak, sehingga harga pakan ternak melonjak signifikan. "Jadi kebijakan yang tidak tepat itu dampak negatifnya besar. Tidak hanya waste keuangan negara yang dikeluarkan, tapi juga menimbulkan kerusakan. Ada kamuflase stop impor, tapi impor beras masih cukup besar," ujarnya.

Kementan menghentikan impor jagung secara sepihak yang berakibat 483.185 ton jagung impor sempat tertahan di pelabuhan. Hal tersebut menyebabkan harga pakan ternak melonjak sekitar 20-30%.  Sebaliknya, impor gandum justru meningkat drastis akibat terjadi kamuflase kebutuhan jagung yang tidak terpenuhi diganti gandum.

Begitu juga dengan beras yang diklaim telah swasembada. Berdasarkan data Pemberitahuan Impor Barang (PIB), Ditjen Bea Cukai menunjukkan pada 2016 ada impor beras sebesar 1,3 juta ton, dan Januari-Mei 2017 impor beras mencapai 94.000 ton.kbc11

Bagikan artikel ini: