BEI usul keterbukaan data nasabah berlaku untuk investor asing

Rabu, 19 Juli 2017 | 12:36 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Bursa Efek Indonesia (BEI) mengusulkan implementasi dari keterbukaan informasi perpajakan untuk pasar modal hanya diterapkan untuk investor asing, atau sesuai dengan aturan yang disepakati Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD).

"Kata-katanya jelas sekali aturannya untuk asing, kenapa tidak asing saja ya," ucap Direktur Utama BEI, Tito Sulistio, Selasa (18/7/2017).

Seperti diketahui, dalam pertukaran informasi pajak atau disebut Automatic Exchange of Information/AEol) telah memiliki landasan hukum berbentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Pemeriksaan Perpajakan.

Lebih lanjut Tito menjelaskan, sebaiknya keterbukaan informasi untuk investor lokal hanya dilakukan dengan permintaan khusus. Pasalnya, masyarakat dalam negeri baru saja mengikuti program pengampunan pajak (tax amnesty) yang berakhir pada Maret lalu.

"Karena temen-temen yang ikut tax amnesty kaget, kan sudah ikut tax amnesty tidak diperiksa lagi, tapi terlanjut sudah tanda tangan Perppu jadi harus berjalan," jelas Tito.

Terlebih lagi, pemerintah tidak menetapkan minimum jumlah rekening yang perlu dilaporkan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Berbeda dengan rekening perbankan yang minimal sebesar Rp1 miliar. Hal inilah yang menjadi kebingungan tersendiri oleh pihak BEI, karena investasi di pasar modal dapat mulai dari Rp100 ribu.

"Pertanyaannya kalau nabung saham Rp100 ribu masa diminta juga? Ada tukang cendol di Ambon sehari nabung Rp20 ribu, ya masa diminta datanya?" papar Tito.

Selain itu, Tito juga menyarankan agar pihak yang dapat meminta data investor pasar modal hanya dilakukan oleh DJP. Menurutnya, DJP tidak perlu melimpahkan wewenang tersebut ke pihak lain.

Adapun, PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) meminta kejelasan terkait teknis penyerahan data nasabah pasar modal. Selain itu, KSEI juga meminta kejelasan kepada pemerintah apakah pihaknya termasuk dalam lembaga jasa keuangan yang perlu melaporkan kepada DJP.

Direktur Utama KSEI Friderica Widyasari mengatakan, KSEI tidak memiliki sepenuhnya data yang dibutuhkan dalam keterbukaan informasi perpajakan. Misalnya, data penghasilan nasabah.

"Kami kan tidak ada Know Your Customer (KYC), kan poin-poin yang diminta ada juga data penghasilan. Itu kami tidak punya, jadi apakah KSEI masuk dalam lembaga jasa keuangan yang dimaksud belum tau," papar Friderica.

Setelah Perrpu keterbukaan informasi ini keluar, jelas Friderica, pihaknya telah melakukan diskusi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Namun, belum ada kepastian yang diberikan kepada KSEI terkait hal ini.

"Jadi jangan sampai juga laporannya tumpang tindih, kalau perusahaan efek sudah lapor lalu perusahaan manajer investasi sudah lapor jadi tumpang tindih," tutup Friderica. kbc10

Bagikan artikel ini: