Belum ada gelagat membaik, pemerintah diminta benahi iklim investasi hulu migas

Kamis, 3 Agustus 2017 | 07:36 WIB ET

YOGYAKARTA, kabarbisnis.com: Setelah tiga tahun dilanda krisis penurunan harga minyak dunia, industri hulu migas mulai menggeliat kembali. Investasi di sektor hulu tahun 2017 mulai naik. Di Timur Tengah investasi naik 4%, Rusia naik 6% dan di Amerika Serikat bahkan naik hingga 53 persen.

Hanya saja, tren kenaikan investasi itu belum diikuti  di negara-negara Amerika Latin yang masih minus 4%, Afrika minus 9% dan juga di Indonesia.  Bahkan di Indonesia nilai Investasi turun lebih buruk lagi. Jika tahun 2014 nilai Investassi mencapai Rp 275,4 triliun, tahun 2015 tinggal Rp 206,6 tiliun (minus 25%) dan tahun 2016 menjadi Rp 151 triliun (turun 26,8%).

Penurunan yang lebih parah pada sisi eksplorasi. Pada tahun 2014 masih bisa mencapai Rp 14,85 triliun, tetapi tahun 2015 tinggal Rp 6,75 triliun (turun 54,5%) dan 2016  tinggal Rp 1,35 trilun  (turun 80%).

Pada tahun 2017 ini, nilai investasi termasuk di sisi eksplorasi diperkirakan akan kembali turun. Terlebih  karena beberapa investor bahkan mengembalikan blok migas yang mereka kelola.

Menyikapi hal itu, pemerintah diminta membenahi iklim investasi di  lewat  menawarkan bagi hasil pengembalian investasi yang bersaing bagi investor, menjaga komitmen untuk menghargai kontrak yang sudah disepakati, persetujuan pemerintah yang tepat waktu dan menyelaraskan kebijakan antarinstansi pemerintah serta antara pemerintah pusat dan daerah.

Itulah antara lain pemikiran yang berkembang dalam Rapat Berkala Kehumasan SKK Migas – KKKS Jabanusa yang dihadiri  Wakil Ketua  Komisi VII DPR RI Satya Widya Yudha, Kepala Divisi Teknologi dan Pengembangan Lapangan SKK Migas Benny Lubiantara, Direktur Eksekutif  Indonesian Petroleum Association (IPA) Marjolijn Wajong.

Dalam acara yang dibuka Kepala Perwakilan SKK Migas Jabanusa ini juga tampil memberikan materi, Direktur Eksekutif  Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto dan dan Kepala Pelayanan Perizinan Terpadu Provinsi Jawa Timur, Ahmad Basofi. Dalam kegiatan yang berlangsung sejak 1 Agustus itu juga dihadiri Bupati Sidoarjo Saiful Illah,  Bupati Rembang Abdul Hafidz dan Wakil Bupati Sumenep Achmad Fauzi dan sekitar 150 undangan lainnya.

“Iklim investasi di Indonesia memang sudah mengalami perbaikan. Berdasar data Bank Dunia, pada tahun 2017 Indonesia berada di peringkat  91, naik dibanding 2016 di peringkat 106. Tetapi khusus di sektor Migas,  Survey Fraser Institute Global Petroleum masih menempatkan Indonesia pada 2016 di peringkat 79 dari 96 negara pada tantangan investasi,” tegas Satya Widya Yudha usai acara lokakarya yang berlangsung di Hotel Tentrem, Yogyakarta, Rabu (2/8/2017) petang.

Karena itu, lanjut Satya Yudha,  draft RUU Migas yang tanggal terdiri dari  22 bab dan 97 pasal berupaya mempempertegas pembagian fungsi regulator, fungsi pelaksanaan pengawasan dan fungsi operator. Mengubah liberalisasi murni ke liberalisasi berwawasan kebangsaan sehingga dapat menuju kemandirian energi.

“Lebih dari itu harus memberikan kepastian hukum dan memperbaiki iklim investasi yang lebih baik,” katanya.

Sementara itu, Kepala Divisi Teknologi dan Pengembangan Lapangan SKK Migas Benny Lubiantara melihat ada tiga  isu utama di sektor migas Huklu Migas yakni, kepastian peratuan perundang undangan, meningkatnya ego sektoral dan sikap pola pikir (mindset yang belum berubah).

“Masih banyak yang berpikiran Indonesia masih kaya minyak. Padahal kita ini sekarang importir minyak. Cadangan dan produksi migas terus turun, sementara kebutuhan nasional terus meningkat.  Kita perlu membuat kebijakan yang berorientasi pada program jangka panjang yang bisa meningkatkan produksi,” katanya.

Benny Lubiantara melihat Indonesia masih berpotensi untuk menarik dan mengundang investor. Solusinya, salah satunya adalah tata kelola hulu migas di Indonesia.

“Kita butuh  tata kelola  visioner yang mampu meningkatkan cadangan migas dan ketahanan energi,” tegasnya.kbc6

Bagikan artikel ini: