Aturan konvensional jadi kendala oungut Pajak e-commerce

Kamis, 31 Agustus 2017 | 15:54 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Peraturan yang masih berbasiskan bisnis konvensional dinilai menjadi kendala bagi Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan untuk memungut pajak e-commerce.

Dalam aturan pajak yang berlaku saat ini, pelaporan pajak masih mengharuskan adanya kehadiran fisik wajib pajak. "Di era digital, keberadaan fisik tidak penting lagi. Orang bisa kerja dan menghasilkan uang dari mana saja," kata Kepala Seksi Perjanjian dan Kerja Sama Perpajakan Internasional Ditjen Pajak Ahmad Sadiq Urwah di Jakarta, Selasa, baru-baru ini.

"Ketentuan saat ini belum seirama dengan fenomena yang terjadi," tegasnya.

Selain peraturan yang ketinggalan jaman, menurut Sadiq, Ditjen Pajak masih terkendala akan sulitnya berkoordinasi dengan instansi pemerintah lainnya yang terkait dengan pajak. "Ini kan nggak mungkin kerjaan Ditjen Pajak aja. Harus ada kerjasama dengan instansi lain terkait e-commerce. Butuh sinergi," tuturnya.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis, Yustinus Prastowo, sependapat dengan Sadiq. Dia menilai, perubahan model bisnis dari konvensional menjadi digital masih gagap disikapi oleh pemerintah. "Padahal, dalam dua tahun terakhir, e-commerce berkembang dengan cepat," katanya.

Kelambanan pemerintah menyikapi tren yang ada, menurut Yustinus, tercermin dari lambatnya penyusunan regulasi bagi e-commerce. "Wacananya sudah lama Kementerian Komunikasi dan Informatika akan mengeluarkan aturan. Tapi saat ini baru ada draf Peraturan Menteri Kominfo. Ini perlu segera diselesaikan," ujarnya.

Yustinus pun meminta pemerintah untuk mengubah paradigma. Menurut dia, pemerintah tidak hanya sekedar menjadi regulator. "Ada fenomena, baru dibuat aturannya. Pemerintah harus juga menjadi fasilitator dan akselerator. Yang dibutuhkan tidak hanya aturan, tapi sumber daya manusia yang dinamis," katanya.

Menurut Yustinus, upaya-upaya tersebut perlu dilakukan karena potensi penerimaan pajak e-commerce sangat besar. "Mumpung belum besar, jangan sampai terjadi bom waktu. Kita harus bikin aturan lebih awal. Yang harus diwaspadai, jangan sampai perspektifnya masih konvensional," ujar Yustinus. kbc10

Bagikan artikel ini: