Target penerimaan pajak dinilai terlampau ambisius

Senin, 30 Oktober 2017 | 15:59 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) diminta  lebih realistis dalam menetapkan target penerimaan pajak. Hal ini sejalan dengan realisasi penerimaan pajak dalam beberapa tahun terakhir yang gagal mencapai target.

Ekonom Fakultas Ekononomi dan Bisnis Universitas Indonesia Faisal Basri mengatakan target penerimaan pajak yang ditetapkan pemerintah terlampau ambisius.Padahal, realisasi penerimaan pajak terus menurun.

Dijelaskan selama kurun waktu 2016-2014, realisasi penerimaan pajak rata-rata sebesar 96% dari target. Penerimaan pajak hanya melewati target pada 2008, yaitu sebesar 107 persen saat harga komoditas melambung tinggi.

“Dalam dua tahun pemerintahan Presiden Jokowi, realisasi pajak itu melorot ke 82 persen. Tanpa penerimaan dari tax amnesty, realisasi penerimaan pajak di 2016 mungkin hanya sekitar 74 persen,” ujar Faisal di Jakarta, Senin (30/10/2017).

Faisal juga mempertanyakan validitas data Wajib Pajak. Menurut, data yang diolah Ditjen Pajak tersebut harus diperbaharui dan dijamin kualitasnya.

"Istri saya dikirim surat cinta oleh Dirjen Pajak,diminta dibuat NPWP. Nah pasti databasenya ngaco.Kartu Keluarga menunjukkan kalau istri saya tidak kerja dan memang istri saya tidak bekerja. Kalau begini caranya jadi repot, menunjukkan lemahnya databse perpajakan. Jadi jangan heran kalau tebak-tebakannnya banyak salahnya," tukasnya.

Faisal menegaskan rendahnya rasio pajak di Indonesia juga menjadi penghambat realisasi penerimaan pajak. Bahkan dalam lima tahun terakhir rasio pajak cenderung menurun.

Pada 2012, menurut Faisal rasio pajak di Indonesia memang sempat menyentuh angka 11,4%.Namun setelah itu terus menurun menjadi 11,3% di 2013, 10,9% di 2014, 10,8%  di 2015, 10,4% di 2016 dan di 2017 diperkirakan hanya mencapai 10,1%.

“Jadi tax ratio kita turun terus, sedangkan di negara-negara lain itu malah naik. Jadi kita pada level yang masih rendah yang justru turun terus dalam lima  tahun terakhir,” terang Faisal.

Faisal menilai alasan yang menyebabkan terus melorotnya realisasi penerimaan pajak adalah karena masih banyak masyarakat yang beker di sektor informal. "Jumlah orang kerja makin banyak informal yang tidak punya NPWP. Dan ingat 70 persen rakyat Indonesia itu extreme poor, yang pasti tidak punya NPWP," tukasnya.

Hal ini tentunya menyebabkan pengumpulan pajak tidak dapat berjalan secara efektif, dalam arti menyentuh semua potensi pajak yang ada dalam negeri. "Jadi kelas menengah, dan secara ekonomi secure itu cuma 30 persen. Itu yang visible dipajakan," tegas Faisal.

Faisal berpendapat salah satu cara yang dapat dilakukan pemerintah adalah dengan melakukan industrialisasi sistem pertanian. Pasalnya, masih banyak masyarakat yang bekerja di sektor pertanian.

Dengan cara itu, diharapkan penghasilan petani dapat meningkat sekaligus akan dapat mendorong konsumsi. "Dorong pekerja pertanian ke manufaktur dan sektor lainnya dengan produktivitas lebih tinggi supaya lebih cepat punya NPWP. Hasil dari transisi ini meski wajib pajak perseorangan tidak meningkat signifikan tapi setidaknya PPN diharapkan meningkat karena konsumsi mereka lebih cepat,"pungkasnya.

Sebagai informasi saja pemerintah menargetkan peningkatan penerimaan pajak di tahun 2018 menjadi Rp 1.385,9 triliun. Adapun di tahun 2017 sebesar Rp 1.307,6 triliun.kbc11

Bagikan artikel ini: