Ada Pilkada, ekonomi diprediksi tumbuh di atas 5,1% di 2018

Senin, 22 Januari 2018 | 09:45 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) memprediksi pertumbuhan ekonomi sepanjang 2018 mampu tumbuh minimum 5,1 persen, salah satunya ditopang gelaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak.

Ekonom INDEF Bhima Yudhistira mengatakan, berdasarkan pengalaman pada 2014 lalu, pemilihan umum (Pemilu) akbar terhitung dapat berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 0,1-0,2 persen.

"Tidak terlalu besar memang (dampak Pilkada terhadap pertumbuhan ekonomi), tapi kalau ekonomi 2017 prediksinya 5,05 persen, artinya tinggal ditambahkan. Setidaknya minimal tumbuh 5,1 persen, efek dari Pilkada," ujar Bhima baru-baru ini.

Secara nasional, Bhima menuturkan, sebanyak 56 persen dari komponen ekonomi domestik didorong oleh konsumsi. Dibandingkan dengan pertumbuhan konsumsi yang datar di bawah 5 persen pada tahun lalu, konsumsi kemungkinan lebih meningkat pada tahun ini karena adanya belanja politik.

"Pada 2018 itu banyak sekali stimulus karena tahun politik di mana peredaran uang juga akan meningkat 10 persen. Artinya akan ada guyuran uang ke daerah yang merupakan belanja politik dan meningkatkan daya beli masyarakat," kata Bhima.

Dari sisi investasi, Bhima memprediksi masih akan tetap positif. Investasi yang berkontribusi sekitar 30 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada kuartal III 2017 lalu mampu tumbuh 7 persen. Padahal pada periode sebelumnya hanya di kisaran 4-5 persen.

"Kami harapkan investasi sebenarnya masih cukup positif. Asing memang akan agak mengurangi sedikit karena banyak 'wait and see' tahun politik, tapi investasi domestik masih akan cukup dominan dan jadi 'driver'," kata Bhima.

Sementara itu, belanja pemerintah yang berkontribusi sekitar 9 persen terhadap PDB, diprediksi akan mampu tumbuh lebih dari 7 persen pada tahun ini. Stimulus fiskal seperti bantuan sosial (bansos) dan dana desa, serta kenaikan harga komoditas juga disebut akan meningkatkan daya beli masyarakat sehingga ekonomi dapat bergerak lebih cepat.

Bhima juga berharap pemerintah tidak menerbitkan kebijakan-kebijakan yang aneh sepanjang 2018 yang dapat mengganggu stabilitas perekonomian dan juga menghambat ekonomi domestik melaju lebih cepat dari sebelumnya.

"Jadi kalau 'firm' perpajakan misalkan, apa yang mau disasar ini harus jelas. Jangan nanti karena panik defisit fiskalnya melebar, kelas menengah dan bawah yang jadi sasaran penerimaan pajak. Itu bikin resah pengusaha juga," ujar Bhima.

Lihat juga: BNI Hapus Buku Kredit Rp8 Triliun, Termasuk Trikomsel

Ia mencontohkan, seperti pada tahun lalu ketika pemerintah akhirnya merevisi batas minimum saldo rekening yang wajib dilaporkan ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dari semula Rp200 juta menjadi Rp1 miliar, setelah pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merasa keberatan. kbc10

Bagikan artikel ini: