Minyak mentah melambung, harga Premium idealnya Rp8.925 per liter

Kamis, 25 Januari 2018 | 20:48 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Institute for Delopment of Economics and Finance (Indef) menilai pemerintah harus segera melakukan simulasi dampak terhadap kenaikan harga minyak mentah dunia sekaligus mengumumkan langkah mitigasi kenaikan harga bahan bahan minyak (BBM). Ini diperlukan agar memberikan kepastian terhadap dunia usaha.

Ekonom Indef  Eko Listiyanto mengingatkan pemerintah untuk mewaspadai kenaikan harga minyak dunia yang sempat menyentuh angka USD 70 per barel. Angka tersebut naik signifikan dibandingkan target yang telah ditetapkan dalam APBN 2018 sebesar US$ 48 per barel. Kenaikan harga minyhak mentah dunia tersebut akan berdampak pada kenaikan harga BBM.

"Jika asumsi kurs Rp 13.300, kalau harga brent US$ 69,96 per barel. Ternyata harga keekonomian Premium kita sudah Rp 8.925, harga minyak tanah Rp 7.592 dan solar Rp 9.058. Harga hari ini premium Rp 6.550, jadi ada selisih yang lumayan besar dengan rentang tersebut," ujar Eko di Jakarta, Kamis (25/1/2018)

Eko mengatakan dengan adanya selisih harga yang cukup besar pemerintah harus segera mengambil kendali. Supaya gejolak kenaikan harga minyak dunia tidak berdampak buruk bagi kemampuan daya beli masyarakat apabila keputusan menaikkan harga BBM dilakukan."Tidak ada jaminan bahwa daya beli masyarakat tidak akan turun karena gejolak harga minyak dunia. Ini dengan asumsi kenaikan harga minyak dunia sepenuhnya diteruskan kepada konsumen," jelasnya.

Pada sisi lain, bila sebagian atau semua selisih harga BBM ditanggung oleh PT Pertamina (Persero) maka tidak menutup kemungkinan, keuntungan bisnisnya akan terus tergerus. "Akibatnya kemampuan investasi akan lemah, padahal saat ini Pertamina butuh banyak eksplorasi dan eksploitasi," jelas Eko.

Untuk itu, pemerintah diminta menambah Penanaman Modal Negara (PMN) kepada Pertamina, agar dapat menjalankan penugasan tanpa mengganggu bisnis penyediaan BBM kepada masyarakat. "Opsi-opsi ini harus diambil oleh pemerintah sehingga dunia usaha, masyarakat dan Pertamina bisa membuat perencanaan di 2018," tandasnya.

Ekonom Indef lainnya,Abdul Manap mengatakan  pemerintah juga perlu mengambil langkah konkret untuk mengefisiensikan pengelolaan BBM, baik di sisi hulu maupun hilir. Pemerintah juga diminta mengurangi proporsi energi fosil sebagai sumber pembangkit tenaga listrik. "Pilihannya adalah efisiensi tata kelola atau dilihat mana yang lebih urgent," kata Eko.

Abdul menguraikan kenaikan harga minyak yang diikuti dengan harga BBM kerap diikuti kenaikan inflasi.Abdul mencontohkan kenaikan Premium sebesar 23,5% dan Solar sebesar 36,4% pada November 2014 diikuti inflasi 3,96% pada November-Desember 2014.

Angka tersebut lebih besar dibandingkan total inflasi 2017 yang sebesar 3,61%."Pada saat ini terjadi akan bertransmisi menekan daya beli masyarakat. Pada saat ini tertekan tentunya akan memperlambat pertumbuhan ekonomi yang sebagian besar dikontribusikan konsumsi rumah tangga," pungkasnya.kbc11

Bagikan artikel ini: