Kampanye hitam bertubi-tubi, Kementan: Inginnya sawit dihargai murah

Rabu, 7 Maret 2018 | 23:15 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Sulit dipungkiri bahwa kelapa sawit dinilai paling efisien menghasilkan minyak nabati .Bahkan, menurut Oil World Indonesia mampu memberi kontribusi 16,1% dari kebutuhan minyak nabati dunia yang diprediksi sebesar 236 juta ton di tahun 2020.

Merujuk data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), produksi minyak mentah kelapa sawit atau crude plam oil (CPO) tahun 2018 mencapapai 38, 17 juta ton naik 18%  setara bertambah 3,05 juta ton dibandingkan tahun 2017. Sementara lahan sawit yang ada sebesar 16 juta hektar (ha), bandingkan dengan bunga matahari yang membutuhkan lahan sebesar 25 juta ha.Bahkan untuk luas lahan kedelai yang mencapai 122 juta ha.

Direktur Eksekutif GAPKI Danang Girindrawardana menuturkan rerata produktivitas sawit nasional mencapai 5 ton per ha. Bandingkan dengan minyak kedelai yang hanya 0,6 juta ton per ha. Faktanya inilah yang harus disadari semua pemangku kepentingan di dalam negeri  bahwa tidaklah fair menyalahkan komoditas kelapa sawit sebagai penyebab deforestasi dan kebakaran hutan hingga pembantaian orangutan.

Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian Bambang menilai kampanye hitam yang dimainkan sejumlah Lembaga Swadaya Asing (LSM) terhadap industri sawit nasional tidak lain untuk melemahkan daya saing komoditas sub sektor perkebunan nasional di kancah global.Pasalnya, kelapa sawit yang kerap disebut emas hijau ini , sekitar 88,65 % dari produksi CPO nasional diarahkan ke pasar ekspor.

“Mereka (negara industri maju) tidak ingin mematikan industri sawit nasional.Mereka hanya ingin daya saing industri sawit nasional melemah sehingga dapat memperoleh  harga kelapa sawit dengan murah,” ujar Bambang dalam diskusi ‘Selamatkan Ekonomi Nasional dengan Sawit‘ di Jakarta, Rabu (7/3/2018)

Bambang mengingatkan komoditas kelapa sawit memainkan posisi strategis dalam fondasi perekonomian nasional. Devisa yang diperoleh dari ekspor sawit mencapai US$ 21,2 miliar atau lebih dari Rp 300 triliun. Adapun setidaknya 22,69  juta jiwa terlibat dalam perekonomian sawit baik di hulu hingga  hilir.

Menyadari hal tersebut,Bambang menghimbau Indonesia tidak perlu terlalu larut dengan irama yang dimainkan negara maju mengingat negara industri maju tidak akan menghindari kebutuhan terhadap kelapa sawit. Produk hilir sawit sebagai bahan baku industri makanan-minuman, serta konsumsi dasar seperti sabun,shampo hingga farmasi tetap membutuhkan hasil produk sawit.

Karenanya Bambang menghimbau jauh lebih penting semua pemangku kepentingan sepakat untuk menata industri sawit nasional . "Saya minta supaya sawit dipelihara, dengan berbagai isu negatif, di mana ini dimanfaatkan di pasar nasional maupun internasional. Oleh karena itu saya minta kepada pemangku kepentingan supaya kita jangan larut kepada permainan mereka. Tapi kita imbangi permainan mereka dengan menunjukkan mari kita tunjukkan kebanggaan kelapa sawit bisa menopang perekonomian negara ini bahwa dengan melaksanakan tata kelola yang baik yang berkelanjutan dan berdaya saing," jelasnya.

Upaya itu dimulai dengan pendataan secara pasti lahan sawit sehingga perbaikan perkebunan sawit dapat akurat."Sekarang kita sudah mulai fokus pada perbaikan kelapa sawit. Ada dana yang dihimpun untuk kelapa sawit yang bisa digunakan. Bisa digunakan untuk SDM, untuk penelitian, untuk promosi, yang lebih penting lagi untuk peremajaan dan sarana prasarana," pungkasnya.kbc11

Bagikan artikel ini: