Komoditas emas diramal bakal kian kemilau di 2019

Kamis, 3 Januari 2019 | 08:01 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Bursa logam mulia, khususnya emas diprediksi bakal kemilau pada tahun ini. Reli akhir 2018 yang mendongkrak harga emas kembali berlanjut pada perdagangan hari pertama di 2019.

Direktur Commtrendz Risk Management Services Gnanasekar Thiagarajan mengatakan, kenaikan harga emas terjadi akibat menurunnya pasar ekuitas yang dibayangi oleh kecenderungan investor yang menilai pertumbuhan pasar ekuitas lebih lambat di seluruh Asia dan penutupan pemerintah Amerika Serikat (AS) yang hingga saat ini masih berlangsung.

“Sebagian besar orang memang tengah bergerak menuju aset safe haven, seperti emas, karena volatilitas di pasar ekuitas, dan penutupan pemerintahan AS hanya akan semakin menciptakan ketidakpastian, sehingga akan semakin mendukung Emas," ujar Gnanasekar Thiagarajan seperti dikutip dari Bloomberg, Rabu (2/1/2018).

Logam ini telah mencapai harga tertingginya dalam enam bulan yang mencapai hampir $1.300 per ons, bahkan ketika beberapa indikator teknis harian memberikan sinyal adanya potensi harga tersebut akan berbalik.

Selain itu, kenaikan harga emas terjadi juga dikarenakan manufaktur China yang menunjukkan kemerosotan dan pemimpin global Singapura melaporkan ekspansi yang lebih lambat dari perkiraan.

Emas telah melonjak pada kuartal IV/2018 karena banyak investor yang telah memposisikan dirinya pada perlambatan ekonomi global, seperti dengan terjadinya kenaikan suku bunga dari Federal Reserve AS tidak lagi massif dan aksi jual yang cukup tajam pada ekuitas global.

Berdasarkan data Bloomberg, harga emas spot dibuka pada posisi US$1282,9 per troy ons pada perdagangan, Rabu (2/1/2018), bergerak positif naik 4,73 poin atau 0,37% sehingga ditutup pada level 1287,33 per troy ons.

Peningkatan pada perdagangan hari ini datang bahkan ketika Presiden Donald Trump yang mengisyaratkan kemungkinan membuat kesepakatan untuk mengakhiri penutupan pemerintahan AS.

"Emas memegang level tertinggi dalam enam bulan yang didukung oleh prospek kenaikan Fed lebih sedikit dan dolar yang tidak tajam, kekhawatiran atas perlambatan pertumbuhan ekonomi global juga gejolak liar di pasar saham," ujar Kepala Penelitian Londol Capital Group Jasper Lawler. kbc10

Bagikan artikel ini: