Sapi mati diduga Antraks di Gorontalo, Kementan lakukan investigasi

Senin, 8 Juni 2020 | 15:55 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Sejumlah sapi milik warga di Desa Dainaa, Limboto Barat, Kabupaten Gorontalo, yang diduga terserang Antraks mati mendadak. Kasus tersebut ditindaklanjuti Kementerian Pertanian (Kementan) dengan berkoordinasi bersama Pemerintah Provinsi Gorontalo, melakukan investigasi, mengambil sampel untuk diteliti di laboratorium, serta memastikan ketersediaan stok obat dan vaksin.

"Petugas kesehatan hewan sudah turun ke lapang melakukan investigasi kasus dan pengambilan sampel untuk konfirmasi laboratorium di BBVet Maros," kata Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan I Ketut Diarmita dalam keterangannya di Jakarta, Senin (8/6/2020)

Dia menyatakan pengobatan untuk hewan yang sakit sudah dilakukan, disertai dengan sosialisasi tentang penyakit Antraks bagi masyarakat sekitar kasus."Dua minggu setelah pengobatan selesai, akan dilakukan vaksinasi di wilayah tersebut," tambahnya.

Dia juga memastikan stok obat berupa antibiotik dan vitamin, serta vaksin di Gorontalo masih mencukupi untuk memastikan penanganan kasus di wilayah tertular dan sekitarnya."Tahun ini kita siapkan stok vaksin sebanyak 15.000 dosis dan operasionalnya untuk Gorontalo," tutur Ketut.

Sebelumnya diinformasikan  terdapat asus suspek Anthraks di Desa Dainaa, Kecamatan Limboto Barat, Kabupaten Gorontalo. Dugaan kasus Anthraks ini diketahui setelah ada laporan kasus Anthraks jenis kulit pada delapan orang penduduk yang diduga memotong paksa sapi sakit dan kemudian mengkonsumsi dagingnya. Antraks merupakan salah satu penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia (zoonosis).

"Kami sudah koordinasikan juga dengan Kemenkes, untuk memastikan penanganan terintegrasi kasus ini dengan pendekatan one health," ungkap Ketut.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan ZoonoKemenkes Siti Nadia Tarmizi membenarkan adanya laporan dugaan kasus Antraks kulit tersebut. Menurutnya pihaknya telah berkoordinasi dengan Pemda untuk melakukan penyelidikan epidemiologi dan penanganan kasus secara terpadu antara unsur kesehatan dan kesehatan hewan.

Ia menekankan pentingnya kesadaran masyarakat tentang bahaya Antraks ini, serta menghimbau agar masyarakat tidak memotong hewan yang sakit dan kemudian mengkonsumsi dagingnya. Nadia menyebutkan bahwa penduduk yang menunjukan gejala Antraks kulit telah ditangani oleh Puskesmas.

Direktur Kesehatan Hewan Fadjar Sumping Tjatur Rasa mengatakan risiko terbesar penularan Anthraks di Indonesia adalah melalui pergerakan dan pemindahan hewan tertular serta ketika ada hewan sakit yang dipotong dan kemudian dagingnya dijual atau dibagikan untuk konsumsi.

"Kita selalu sampaikan kepada masyarakat agar segera melaporkan setiap kasus hewan sakit kepada petugas untuk ditangani, dan meminta mereka agar tidak memotong hewan sakit dan tidak mengkonsumsi dagingnya bahkan tdk melukai hewan yang mati akibat Antraks," tegas Fadjar.

Informasi dari Fenny Rimporok, salah satu petugas dari Dinas Peternakan Provinsi Gorontalo, diketahui lokasi kasus, yakni di Desa Daenaa belum pernah dilaporkan ada kasus Antraks sehingga tidak ada pelaksanaan vaksinasi di wilayah tersebut sebelumnya.Ia amenduga kasus Antraks yang terjadi karena adanya pemasukan ternak baru dari luar wilayah. Hal ini diperkuat dengan informasi bahwa pada 9 Mei 2020, salah satu peternak ada yang membeli sapi indukan dan anakan sebanyak dua ekor di Pasar Bongomeme Kabupaten Gorontalo, yang merupakan daerah endemis Anthraks.kbc11

Bagikan artikel ini: