Bisnis pakan ternak eks sopir ini laris manis di tengah pandemi
JAKARTA, kabarbisnis.com: Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) guna memutus mata rantai penyebaran Covid-19 di Provinsi Jawa Barat ternyata juga berimbas bagi peternak. Pengusaha pun kesulitan memperoleh Hijauan Pakan Ternak (HPT) dari pabrikan dan kios yang menutup usahanya.
Namun, situasi ini justru menjadi berkah bagi Ahmad Wahyudin (43), Ketua Kelompok Hurip Mekar Unit Pengolahan Pakan (UPP), desa Cihurip, Kecamatan Cihurip, Kabupaten Garut. Wahyudin yang 12 tahun lalu berprofesi sebagai pengemudi angkutan umum Elf trakyek Bandung –Garut ini justru menjadi penopang pasokan PHT bagi peternak di beberapa kabupaten lainnya.
Wahyudin melayani order kebutuhan pakan ternak ruminansia seperti sapi dan domba dari peternak yang berasal dari Kabupaten Ciamis, Bandung dan Bogor. Bahkan Wahyudin juga melayani kebutuhan peternak sapi potong dari Serang, Provinsi Banten.
"Hingga awal Juni 2020, omzet penjualan PHT hampir mencapai Rp 400 juta. Kita menjual silase bervariasi antara Rp 1.750-Rp 1.900 per kilogram, tergantung lokasi," kata Wahyudin menjawab kabarbisnis.com di Jakarta, Senin (22/6/2020).
Bahkan, baru-baru ini UPP Urip Mekar memperoleh order memasok 26 ton HPT untuk kebutuhan kurban peternak domba di Bandung.Menurut Wahyudin sedianya penjualan PHT diprioritaskan melayani kebutuhan anggotanya yang berjumlah 35 peternak sapi perah. Mereka membudidayakan 120 ekor ternak sapi atau dari kelompok peternak yang berada di kecamatan berbeda.
“Saya punya 20 ekor sapi perah. Asumsinya 1 ekor sapi butuh pakan sebanyak 30 kg per hari.Ini sudah harga mati yang tidak bisa ditawar dalam kondisi apapun,” tegasnya.
Terhitung sejak di awal tahun, kapasitas produksi UPP Mekar mampu memproduksi pakan ternak secara mandiri. Di tahun 2020 ini, kelompoknya mampu memproduksi 350 ton silase yang bahan bakunya berasal dari rumput gajah, kaliandra, limbah hasil pertanian batang daun jagung dan padi sebagai cadangan pakan melalui proses fermentasi.
Adapun kosentrat dipasuk dari koperasi peternak. Semua bahan baku pembuatan silase seperti tanaman jagung diperoleh dari lahan sendiri juga petani mitra yang mempunyai lahan sub marginal dengan sistem bagi hasil.Sedianya, sisale dibutuhkan para peternak saat musim kemarau.
Wahyudin mengakui umumnya budidaya ternak ruminansia di Tanah Air menghadapi persoalaan fluktuasi ketersediaan dan kualitas pakan.Bahkan, dirasakan semakin rawan kekurangan suplai hijauan akibat berubahnya ladang penggembalaan akibat kepentingan ekonomi lainnya.
Dia pun mengakui pernah mengalami hal serupa. Wahyudin pernah membudidayakan hingga 60 ekor sapi perah dari awalnya hanya tiga ekor. Apabila, satu ekor sapi menghasilkan lakstasi sebanyak 17 liter maka dalam sehari, pendapatan yang diraih di dapat melebihi Rp 5 juta.
Asumsinya, satu ekor sapi menghasilkan laktasi 17 liter per hari. Namun, analisanya meleset.Ketika musim memasuki kemarau tiba, dia pun kesulitan mencari pakan ternak.Siklus yang berulang membuat ternak sapi mengalami malnutrisi sehingga Wahyudin harus menjual lebih dari dua pertiga ekor sapinya di kandang agar tidak menjadi beban.
Wahyudin berpesan sebelum memutuskan bergelut di hulu peternakan.Seorang harus memastikan ketersediaan pasokan hewan sapinya. Kelompoknya mulai menekuni bisnis UPP sejak tahun 2013. Pola memasok bahan baku pakan pun berubah, cukup mengambil silase dari gudang.Waktu kerja di kandang terpangkas menjadi tiga jam saja per harinya.
”Kalau dulu, peternak harus mencari HPT tanpa kepastian mampu memenuhi kebutuhan pakan ternak sapinya. Apabila kelompok peternak sapi perah sudah memiliki UPP , pasti usahanya jauh lebih menguntungkan. Hasil susu ternak berkualitas karena pakannya kaya nutrisi. Sudah pasti harganya diserap industri lebih tinggi,” jelas Wahyudin yang pernah mendalami ilmu peternakan sapi perah melalui program magang Fonterra, di Selandia Baru dan Unit Pelayanan Teknis Baturaden, Jawa Tengah di tahun 2014.
Kesempatan berbeda Direktur Pakan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Makmun mengatakan Struktur Ongkos Usaha Tani (SOUT) tahun 2017, porsi biaya pakan terhadap total biaya produksi skala usaha peternakan rakyat sapi potong dan sapi perah masing-masing 57,67 % dan 67,08%.Karena itu dibutuhkan pengembangan usaha produksi pakan mandiri yang dikelola kelompok peternak secara berkelanjutan.
Adapun kelompok Urip Mekar merupakan salah satu dari 20 UPP Ruminansia terseleksi yang mendapat bantuan fasilitas paket alsintan ,bahan pakan dan perbaikan gudang produksi di tahun 2019. “Kita juga memberikan pelatihan pembuatan dan pengemasan silase,”ujar Makmun
Makmun menambahkan berkembangnya usaha kelompok Hurip Mekar terbukti mampu mewujudkan kemandirian pakan . Disisi lain tarif hidup masyarakat petani dan pendapatan anggota kelompok ternak Hurip Mekar juga meningkat.
Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan I Ketut Diarmita mengatakan upaya mewujudkan bank pakan seperti dilakukan UPP Kelompok Urip Mekar sama halnya dengan mewujudkan swasembada pangan . Dia pun berharap UPP Mekar Sari menjadi protipe bagi pengembangan usaha dari UPP lainnya.kbc11
Bersama Pemkot Surabaya, Lapis Kukus Pahlawan Komitmen Dukung Pengembangan UMKM
57 Persen Generasi Z Pilih Berkarir Jadi Influencer
Bersama Pemkot Surabaya, Lapis Kukus Pahlawan Komitmen Dukung Pengembangan UMKM
Duh! Kecepatan Internet RI Urutan 98 Dunia, Kalah dari Kamboja
Capres Boleh Posting Konten di TikTok, tapi Jangan Cari Sumbangan