Pemerintah kaji tambah batasan kapasitas penumpang pesawat
JAKARTA, kabarbisnis.com: Pemerintah tengah mengkaji untuk menambah kapasitas maksimal penumpang pesawat. Asal tahu saja, saat ini kapasitas maksimal pesawat terbang sebesar 70 persen.
Staf Ahli Bidang Manajemen Konektivitas Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Sahat Panggabean mengatakan, pemerintah akan terus berkomunikasi juga dengan maskapai soal kesiapan penambahan kapasitas.
"Terkait penambahan kapasitas penumpang kita akan evaluasi dan komunikasi dengan maskapai terkait kesiapannya," ujar Sahat dalam sebuah webinar, Rabu (11/11/2020).
Sahat mengatakan, para maskapai yang lebih dulu meminta kapasitas penumpang dinaikkan. Namun, pemerintah akan mengkaji terlebih dahulu agar protokol kesehatan ketat bisa tetap berlaku meski kapasitas maksimal dinaikkan.
"Teman-teman penerbangan swasta memang bilang mau nambah. Ini kita kaji agar tidak serta merta naik penumpang kapasitasnya protokol Covid-nya tidak dinaikkan," ujar Sahat.
Yang jelas menurutnya, meski kapasitas naik, namun tidak akan menjadi 100%. "Bukan berarti jadi 100%, tapi nanti ada perhitungan di sana," ujar Sahat.
Di sisi lain, Sahat mengatakan hingga kini pengaturan protokol kesehatan yang dilakukan maskapai sudah cukup baik. Dia mencontohkan maskapai pelat merah Garuda Indonesia.
Dia juga menyinggung penggunaan teknologi High Efficiency Particulate Air (HEPA) di pesawat sangat efektif. Khususnya dalam menjaga kebersihan udara di dalam pesawat dari bakteri dan virus.
"Disampaikan juga masalah HEPA dan efektivitasnya cukup baik di pesawat. Kita juga melihat kalau di bandara, let's say Garuda itu benar-benar diatur sedemikian rupa terkait protokol kesehatannya," kata Sahat. kbc10
Daewoong Infion terima izin penjualan hormon pertumbuhan sistem injeksi pena
Jaga stabilitas pasar keuangan, BI pertahankan bunga acuan di 3,5 persen
Siap-siap! Transaksi mata uang kripto bakal dikenai pajak
Doni Monardo resmikan RS Covid-19 di Aceh
Terus bertumbuh, transaksi elektronik tembus Rp21,4 triliun