Isu merger Grab-Gojek, ini penjelasan Kemenhub
JAKARTA, kabarbisnis.com: Isu merger dua perusahaan aplikasi transportasi online, Grab dan Gojek mendapat tanggapan Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Namun demikian, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Budi Setiyadi menegaskan bahwa Kemenhub hanya mengatur regulasi terkait penataan transportasi online mulai dari jumlah hingga tarifnya. Di samping itu, hingga saat ini, dirinya mengaku tak mengetahui isu merger tersebut.
"Kemenhub dari sisi regulasi mengatur terkait penggunaan transportasinya. Jadi enggak mempermasalahkan bisnis bagaimana," ukata Budi seperti dikutip, Kamis (3/12/2020).
Terkait kekhawatiran terjadi monopoli di pasar transportasi online, dia menuturkan bahwa hal tersebut merupakan ranah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Lagi pula, sebagai regulator, tugas Kemenhub adalah membuat aturan agar transportasi online tertib dan memenuhi standar pelayanan minimal seperti transportasi lainnya.
"Kalau monopoli pun saya kira enggak di kami urusannya. Kelihatannya juga enggak monopoli karena ada perusahaan lain, Maxim, dan sebagainya," terang Budi.
Sebelumnya, dalam kesempatan berbeda, Komisioner KPPU Guntur Saragih mengatakan pihaknya belum menerima notifikasi merger antara Gojek dan Grab. Jika sudah ada, notifikasi tersebut akan jadi dasar KPPU untuk menilai merger yang akan dilakukan.
Penilaian merger itu diantaranya terkait potensi pelanggaran persaingan usaha ke depan dan nilai konsentrasi market dari hasil gabungan tersebut.
"Hal-hal yang harus diperhatikan mayoritasnya bagaimana potensi pelanggaran persaingan usaha ke depan dan bagian mana konsentrasi market dari kerjasama tersebut," ujar Guntur beberapa waktu lalu.
Guntur mengatakan KPPU bisa juga melakukan proses inisiatif kemungkinan merger. Dalam hal ini, ada beberapa merger korporasi yang dilakukan atas inisiatif KPPU maupun dari laporan.
Untuk diketahui, penggabungan atau peleburan badan usaha, atau pengambilalihan saham yang berakibat nilai aset dan atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu, wajib diberitahukan kepada KPPU selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan tersebut.
Kata Guntur, proses notifikasi merger dan akuisisi di Indonesia menganut sistem post merger notification. Artinya, penggabungan atau peleburan badan usaha, atau pengambilalihan yang berakibat nilai aset dan atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu, baru dilakukan setelah transaksi merger dilakukan.
Hal ini berbeda dengan sistem notifikasi yang dianut di negara-negara lain yakni pre merger notification. Yakni sebelum dilakukannya transaksi merger dan akuisisi, perusahaan-perusahaan harus melapor terlebih dahulu kepada otoritas persaingan usaha untuk mendapat persetujuan. kbc10
Hati-hati! Ditemukan 164 aplikasi jahat di Android Play Store
Makin populer, aplikasi pesaing WhatsApp kini dukung Bahasa Jawa
Ada 'harta karun' tersembunyi di lumpur Lapindo Sidoarjo, apa itu?
Pelanggan melejit di tengah pandemi, Netflix raup pendapatan Rp350 triliun
Erick khawatir mobil listrik bakal ganggu bisnis SPBU Pertamina