DJKN pastikan aset PT BMJ tak ada yang dilelang

Rabu, 13 Januari 2021 | 18:05 WIB ET

SURABAYA - Kepala Seksi Piutang Negara Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kanwil Jawa Timur Mokhammad Khoiri, memberikan atensi lebih terkait persoalan perpanjangan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) PT. Bumi Megah Jaya (BMJ), yang mengalami kendala dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kantor Pertanahan Kota Surabaya II karena akan mengukur kembali tanah yang dimiliki PT. BMJ. 

Khoiri menjelaskan, pihaknya memantau persoalan perpanjangan SHGB milik PT. BMJ yang luas tanahnya diduga oleh Direktur PT. BMJ Olivia Megawati telah menyusut karena diperjualbelikan ketika menyelesaikan tunggakan pelunasan jaminan ke Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). 

"Kalau tanah sudah dijaminkan apalagi setelah di hipotek segala macam kan tidak mungkin ditransaksikan sebelum hipotek tersebut di roya atau hak tanggungan tersebut di roya, kalaupun bisa itu harus persetujuan semua pihak, ya pemilik tanah, kreditur. Dalam hal ini yang paling kuat tentunya kreditur yang memberikan pinjaman sama debitur," kata Khoiri di kantornya. Selasa (12/1/2021). 

Jika kedua pihak tersebut telah setuju untuk mentransaksikan, maka tanah itu bisa diperjualbelikan. Tapi ketika satu pihak tak pernah merasa bertransaksi atas asetnya dan telah dirugikan maka diperlukan pembuktian agar bisa dibawa ke ranah hukum. 

"Nggak hanya berlaku untuk kasus ini, semua pihak kalau merasa dirugikan ya bisa membawa ke jalur hukum," tegasnya. 

Khioiri juga pernah mendengar ada pihak yang mengklaim sebagian tanah milik PT. BMJ namun bukan tugas DJKN Kanwil Surabaya untuk menelitinya. 

"Saya dengar sih iya, cumakan ranah yang meneliti bukan kami jadi itu lebih baik ditanyakan langsung ke KPKNL, saya juga tidak mau melangkahi kewenangan," ucapnya. 

DJKN Kanwil Surabaya juga sempat menerbitkan surat perintah penyitaan untuk mencegah munculnya sertifikat baru atas tanah milik PT. BMJ. Namun karena tunggakan tersebut telah dilunasi maka tidak diperlukan penyitaan dan dikembalikan ke pihak debitur. 

Ketika ditemukan ketidaksesuaian data tanah maka debitur berurusan dengan BPN dan dirasa wajar meminta bantuan ke KPKNL untuk menyelesaikannnya. 

"Misalkan minta keterangan apapun ya pasti kita berikan, wong kita nggak pernah menjual hutangnya PT. BMJ yang saat itu saat terbit surat perintah penyitaan pun hutangnya pokoknya utuh. Berarti kan logikanya tidak ada aset yang dicairkan untuk menutupi hutangnya," terang Khoiri. 

Penyusutan tanah yang mungkin dikuasai orang lain dengan mencoba mensertifikatkan itu mustahil dilakukan ketika pemilik tanah memiliki sertifikat asli. Karena administrasi BPN lebih bagus dan telah dibenahi beberapa kali dan bisa dilakukan pengecekan secara online. 

"Bisa saja ada pihak tertentu, bisa saja ya saya nggak tahu misalkan banknya sudah tidak ada, kemungkinan sertifikatnya hilang mungkin ada pihak yang ngomong sertifikatnya hilang kan bisa saja. Istilahnya dia merasa berhak gitu ya kemungkinan bisa terjadi tapi kalau kita menjual dengan alas hukum yang salah kan berarti harusnya batal demi hukum. Karena sudah ada sertifikat induknya, dilihat saja apakah ada catatan mutasi di sertifikat induk. Jika tidak ada, ya sertifikat baru itu batal demi hukum otomatis," ucapnya. 

Dugaan pelanggaran hukum permasalahan tanah bisa terjadi, ketika ada sertifikat baru kemudian muncul sertifikat lama yang tidak pernah ada pelaporan kehilangan. Sehingga bisa disebut memberikan kesaksian palsu. 

"Tapi kalau sudah ada sertifikat terus diterbitkan sertifikat baru lagi, terus tiba-tiba sertifikat lama muncul dan nggak pernah dilaporkan hilang, yang melaporkan hilang siapa itu ya tentunya yang melanggar hukum ya yang melaporkan," kata Khoiri. 

Sebelumnya, Direktur Utama PT Bumi Megah Jaya Olivia Megawati mengatakan bahwa pihaknya sudah merasa dibohongi oleh BPN II Kota Surabaya. 

Padahal menurutnya, BPN sudah berjanji kepada PT BMJ untuk menyelesaikan persoalan perpanjangan HGB milik perusahaan ketika melakukan hearing di DPRD Surabaya. 

"BPN tidak tepati janji kepada BMJ terkait hasil hearing di komisi B. Padahal direksi dan lawyer semua sudah membawa berkas lengkap ke BPN. Kini malah diminta untuk datang ke Dinas Cipta Karya dan site plan. Padahal itu di luar persyaratan surat ukur HGB. Yang saya tanyakan, kenapa permintaan itu tidak dibicarakan saat hearing? Syarat berkas lengkap kan harus terbit sps? Kenapa pada saat hearing ada orang cipta karya tidak diajukan syarat demikian? Kami saat ini minta tolong bantuan kebijakan DPRD terkait janji BPN," kata Olivia. Senin (11/1/2021). 

Sementara itu, Sekretaris Komisi B DPRD Kota Surabaya Mahfudz, juga mengatakan hal yang sama. Menurutnya, lembaga BPN II Surabaya sudah wanprestasi atas kesepakatan hearing. 

"Ini jelas, jika sekarang berkata lain ya berarti BPN sudah mencederai kesepakatan hasil hearing di DPRD," kata Mahfudz. 

Ia mengaku akan meminta BPN untuk melakukan kesepakatan, yang sudah disetujui dalam hearing Komisi B DPRD Kota Surabaya. 

"Kami meminta BPN laksanakan saja apa yang sudah disepakati di hearing. Jangan ajukan hal-hal yang yang tak ada dalam kesepakatan itu," katanya. 

Terpisah, Wawas selaku Kasi penetapan hak dan pendaftaran BPN Kantor Pertanahan Kota Surabaya telah menerima pengajuan perpanjanan SHGB PT. BMJ, namun pihaknya harus melakukan pengukuran tanah terlebih dulu dan melihat luasan tanah dari sertifikat yang telah terbit sebelumnya. Serta memenuhi persyaratan yang ditetapkan. 

"Kita cek di lapangan, kita cocokkan sesuai data yang ada, baru kita proses penerbitan sertifikat setelah kewajiban-kewajiban dari pihak PT diajukan permohonan ke BPN," ujar Wawas.

Bagikan artikel ini: