IPB gaungkan rumput laut jadi alternatif pakan ternak

Kamis, 4 Maret 2021 | 22:05 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Indonesia memiliki kekayaan sumber daya hayati untuk dikembangkan sebagai alternatif pakan ternak yakni rumput laut. Apalagi Indonesia merupakan produsen rumput laut terbesar di dunia.

"Sebagian produksi rumput laut Indonesia diekspor untuk kepentingan pangan dan kosmetik.Tapi untuk kepentingan pakan belum dimaksimalkan," ujar Rektor Insitut Pertanian Bogor (IPB) Prof Arif Satria dalam webinar Kebijakan Berbasis Evidence dalam Pakan Berdaya Saing yang diselenggarakan Pataka di Jakarta, Kamis (4/3/2021).

Catatan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebutkan, produksi rumput laut nasional tahun 2020 mencapai 10,5 juta ton. Karena itu Arif menuturkan rumput laut dapat dijadikan bahan baku yang potensial untuk mengisi kebutuhan pakan ternak.

Hal ini diharapkan sebagai solusi bagi peternak baik unggas maupun sapi yang kerap kali dipusingkan sehubungan gejolak harga pakan. Pasalnya, biaya pakan biaya pakan pada usaha peternakan berkontribusi lebih dari 60%. Dengan begitu, peternak dapat memperoleh pakan berkualitas dengan harga terjangkau.

"Saya bertemu Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro pekan lalu yang memberitahukan publikasi jurnal Amerika Serikat yang mengungkapkan rumput laut sangat potensial menjadi pakan ternak sapi. Ini tantangan bagi dunia akademisi melakukan riset lebih mendalam," kata Arif.

Arif menambahkan, pihaknya pun mengajak lembaga universitas melakukan eksplorasi berbahan baku rumput. Bahkan menurutnya, IPB siap melakukan peta jalan riset pakan hingga sampai tahapan pada periode tertentu memiliki pakan mandiri. "Di Jonggol, Bogor sudah riset tanaman seperti indigovera dan sorgum sebagai alternatif pakan ternak," terang Arif.

Arif juga menunjuk limbah kelapa sawit juag dapat diolah menjadi bahan baku pakan ternak. Sumber bahan baku dari tanaman perkebunan ini sangatlah besar mengingat Indonesia merupakan produsen nomor wahid kelapa sawit terbesar di dunia.Indonesia akan mampu menerapkan prinsip 'zero waste’ dalam produski dan pengolahan. "Kita berharap tidak lagi bergantung dari komponen impor yang ada saat ini jumlahnya besar," kata Arif.

Di kesempatan sama, Guru Besar IPB University Prof Muladno menilai limbah perkebunan seperti cangkang sawit jumlahnya besar. Namun sayangnya komoditas ini justru diekspor sebagai bahan baku pembangkit listrik di Jepang dan Korea Selatan. Sementara, peternak di sekitar perkebunan belum sepenuhnya memperoleh manfaat.

"Iptek pakan di dalam negeri belum banyak digunakan, padahal sangat sederhana. Akibatnya produktivitas ternak, khsusunya ruminansi sangat rendah," katanya.

Muladno juga beranggapan tidaklah mengapa Indonesia mengimpor bahan baku pakan ternak seperti jagung dan kedelai. Pasalnya, komoditas ini untuk diolah kembali oleh industri dan bukan untuk pangan. Adapun peternak juga diuntungkan karena memperoleh harga yang lebih murah. kbc11

Bagikan artikel ini: