KKP ajak pengusaha muda garap komoditas andalan perikanan

Minggu, 7 Maret 2021 | 11:50 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Periuk pasar perikanan global saat ini mencapai US$162 miliar.Adapun komoditas ekspor perikanan nasional yang paling diminati adalah udang , lobster, tuna, rajungan dan rumput laut.

Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kementerian Kelautan dan Perikanan (BRSDM KKP) Sjarief Widjaja mengatakan pasar paling tinggi nilai  penyerapan produk utama perikanan Indonesia adalah Amerika Serikat, Tiongkok, Jepang, ASEAN dan Uni Eropa. Karenanya, KKP fokus dengan empat komoditas ekspor perikanan tersebut diatas. “Pasalnya nilai pasarnya sendiri sudah berkontribusi sebesar 19,69% atau US$32 milar,” ujar Sjarief dalam Rakernas XVII HIPMI 2021 di sesi Forum Bisnis, Jakarta, Sabtu (6/3/2021).

Menurutnya, Indonesia masih berpeluang besar meraih pasar ekspor di dunia mengingat  kontribusinya masih terbilang rendah. Misalnya ekspor udang masih sebesar US$2 miliar dari total pasar dunia yang mencapai US$24,5 miliar.

Salah satu program yang tengah digarap KKP adalah kawasan tambak estate.Merurutnya luas tambak udang existing baru seluar 856.000 hektare (ha) . Untuk itu, KKP tengah mengincar tambak udang telantar untuk direhabilitasi. Diharapkan, terdapat peningkatan target produksi sebesar 2 juta ton di tahun 2024. ”Kami pilih daerah mana yang dipilh Aceh Timur ada 10.000 Ha.Kami sudah lihat lokasinya, cocok kami bisa bikin kluster," jelasnya.

Dia menambahkan, KKP berupaya mengunci tarif bea masuk ke AS dan UE. KKP mencoba menurunkan tarif bea masuk agar udang bisa bersaing secara harga dan lebih kompetitif. "Ini salah satu stragtegi kami," ujarnya.

Untuk mencapai target tersebut, Sjarief mengatakan pihaknya mulai memilih tambak udang terlantar di Indonesia. KKP akan masuk ke lokasi tambak tersebut dan akan menjadikannya kawasan tambak estate.

Setelahnya, pemerintah akan mulai menyiapkan infrastruktur tambak seperti saluran irigasi air dan tandon. Sesudah itu, KKP akan mengundang pihak swasta untuk masuk sebagai pengelola tambak.”Kami mengajak pengusaha muda, yang tergabung dalam HIPMI dapat berperan serta,” terang Sjarief .

Dia juga menyatakan Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang belum tentu dimiliki negara lain. Benih lobster misalnya, saat ini hanya ada di Indonesia. Dia pun menyayangkan jika benih lobster tersebut diekspor dan tidak dibesarkan sendiri di dalam negeri. "Jadi akan sangat sayang kalu kita tidak besarkan sendiri dan ekspor sendiri," kata Sjarief.

Dia mencatat pasar global untuk lobster kurang lebih sebesar US$1.924 juta atau sekitar 51.000 ton. Sementara, ekspor lobster Indonesia hanya bisa 2.000 ton. Terbesar justru dari Vietnam yang mengambil  benihnya dari Indonesia.

"Kenapa kita tidak bisa dorong ini padahal harga lobster per kg skala konsumsi bisa Rp 600.000 per Kg. Jauh di atas harga ikan biasa. Kita bisa dorong 1 Kg 3 ekor, 300 gram - 500 gram," jelas dia.

Sjarief memperkirakan jika menghitung hasil produksi budidaya, maka Indonesia dapat menargetkan ekspor sebanyak 22.000 ton. Asumsi tersebut memakai benih yang ada.

"Sudah kami itung semuanya nanti ada titik di Lombok dan sebagiannya kita bisa tarik jadi komoditas unggulan kita ke depan 22.000 ton. Sehingga segmentasi pasar bisa meraih kurang lebih 50 % dari 51.000 ton, 40-50%," jelasnya.

Saat ini, memang sentra budidaya lobster paling besar berada di daerah Lombok Timur. Kemudian ada juga di Jawa Timur bagian selatan. Juga ada di Aceh, Sukabumi, Lebak Pandeglang dan daerah Sulawesi Utara. "Ini yang saat ini eksisting," singkatnya.

Begitu juga dengan rumput laut, menurut Sjarief , Indonesia merupakan eksporir terbesar rumput laut di dunia. Total ekspor rumput laut Indonesia di dunia pada 2020 sebesar 25%, atau 195.000 ton. "Hampir semua obat-obatan, tepung-tepung dan lainnya itu produk dari rumput laut. Kita eksportir terbesar, tapi kita belum sentuh hilirisasinya. Ini adalah peluang," kata Sjarief.

Sebagai contoh, kata Sjarief, karagenan yang juga digunakan di industri kecantikan Indonesia merupakan produk turunan dari rumput laut. Namun, Indonesia masih mengimpor karagenan dari China.

Karagenan dari rumput laut itu sebagai bagian dari kosmetik, tapi kita masih impor dari China. Padahal bahan bakunya dikirim dari Indonesia ke China, kemudian dari sana masuk ke Indonesia sebagai karagenan dimanfaatkan untuk kosmetik," jelasnya.

Nilai rumput laut di pasar dunia saat ini US$2,9 miliar dengan volume hampir 807.000 ton. Indonesia berkontribusi sebesar 195.000 ton dengan pangsa 25%

Sayangnya harganya rendah karena Indonesia hanya mengekspor raw material. Di sisi lain, kata Sjarief, Indonesia merupakan importir karagenan yang merupakan produk turunan rumput laut, terbesar di dunia. Baru-baru ini, Sjarief mengaku dirinya bertemu dengan produsen komestika nasional terkemuka tentang peluang kerjasama hilirisasi produk rumput laut yang selama ini justru mengimpor bahan baku.

Dia juga mengungkapkan, Indonesia yang juga merupakan importir produk turunan lain yaitu nori dari Jepang. Sementara itu, Indonesia juga mengekspor rumput laut ke Jepang. Saat ini, lokasi budidaya rumput laut tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, dengan sebagian besar di wilayah Timur.

Mantan Sekjen KKP ini pun kembali berujar agar pengusaha muda Indonesia dapat memanfaatkan peluang besar dari ekspor dan juga produk perikanan dan produk turunannya. "Sehingga kita bisa mendorong naik ke dunia (ekspor) maupun produk turunannya juga harus kita bangun. Ini adalah peluang bisnis," pungkasnya.kbc11

Bagikan artikel ini: