Pasokan terbatas bikin harga gulla makin manis

Kamis, 29 April 2021 | 22:22 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Menuju pekan ketiga bulan Ramadhan, harga gula kristal putih (GKP) di Tanah Air masih bertengger di atas ketentuan pemerintah. Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Nasional (PIHPS), harga gula per 28 April berada di kisaran Rp 13.100 per kilogram (kg), di atas harga eceran tertinggi (HET) Rp 12.500 per kg.

Kepala Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta menuturkan, tingginya harga gula di Indonesia disebabkan oleh adanya kebijakan non tarif yang membatasi kegiatan impor gula. Padahal, menurut Felippa, jumlah produksi gula dalam negeri masih sangat terbatas.

Dikatakannya, produksi gula dalam negeri belum mampu untuk memenuhi kebutuhan gula nasional yang saat ini diperkirakan mencapai 7,2 juta ton gula mentah.

"Produksi gula kita masih kurang efisien, sehingga masih membutuhkan impor untuk memenuhi kebutuhan gula nasional. Namun saat ini, impor kita masih dibatasi oleh berbagai kebijakan non tarif," kata Felippa dalam webinar bertajuk ‘Menjaga Kestabilan Harga Gula Melalui Kebijakan Non Tarif dan Produktivitas Gula Nasional', Kamis (29/4/2021).

Kebijakan non tarif adalah upaya pembatasan perdagangan namun bukan dalam bentuk pengenaan tarif. Kebijakan NTM dapat diklasifikasikan dalam berbagai bentuk, yakni adanya inspeksi pra-pengiriman, persyaratan sanitasi, persyaratan kualitas mutu, hambatan teknis untuk perdagangan, dan lainnya. Sistem perizininan dan kuota impor harus melalui rekomendasi impor yang diberikan oleh Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, atau BUMN. Kemudian, Kementerian Perdagangan memberikan Surat Persetujuan Impor (SPI) beserta kuota impor yang diizinkan.

Izin dan kuota impor diberikan setelah rapat koordinasi dengan mempertimbangkan data produksi, stok dan konsumsi. "Selain itu, berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14 Tahun 2020, prosedur impor berbeda untuk gula rafinasi, gula mentah, dan gula kristal putih," katanya.

Dalam aturan peraturan tersebut, impor gula rafinasi, hanya dapat dilakukan industri yang memiliki izin Angka Pengenal Importir Produsen (API-P). Sedangkan, GKP hanya bisa diimpor oleh BUMN.

Menurut Felippa, selain membatasi akses industri terhadap impor bahan baku gula, kebijakan non tarif ini juga membuat proses impor menjadi terlambat, dan menambah biaya impor. "Kalau proses impornya semakin lambat, dan proses memasukkan gulanya juga semakin lambat, tentu ini juga bisa menambah biaya impornya," katanya.

Sebab itu ia menyarankan pemerintah meninjau ulang kebijakan non tarif yang ada untuk importasi gula melalui regulatory impact assessment. "Dengan ini, kita bisa menilai berapa keuntungan dan kerugian yang ditimbulkan oleh kebijkaan non tarif ini, sehingga tidak memberatkan industri," ujarnya.

Karena itu, Felippa menyarankan pemerintah meninjau ulang kebijakan non tarif yang ada untuk importasi gula melalui regulatory impact assessment. "Dengan ini, kita bisa menilai berapa keuntungan dan kerugian yang ditimbulkan oleh kebijakan nontarif ini, sehingga tidak memberatkan industri," pungkasnya.

Adapun akibat pembatasan pasokan gula impor di dalam negeri ini menyebabkan harga gula pasir di Tanah Air jauh lebih mahal dibandingkan negera tetangga serumpun. Dalam catatannya, pada Februari 2021, misalnya, harga GKP di Indonesia mencapai Rp12.600 per kg sementara harga gula di Malaysia dan Thailand masing-masing adalah Rp 10.307 per kg dan Rp10.491 per kg.kbc11

Bagikan artikel ini: