Ketua DPD RI dukung persamaan hak ponpes dengan sekolah swasta

Rabu, 5 Mei 2021 | 15:03 WIB ET
Ketua DPD RI saat mengunjungi Ponpes Darusshalah, Tegal Besar Jember, 19 Februari 2021 lalu.
Ketua DPD RI saat mengunjungi Ponpes Darusshalah, Tegal Besar Jember, 19 Februari 2021 lalu.

JAKARTA, kabarbisnis.com: Upaya DPRD Provinsi Banten yang memperjuangkan penyetaraan pondok pesantren dengan sekolah swasta, mendapat dukungan dari Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. Ia berharap ponpes mendapatkan perhatian yang sama dengan sekolah lain.

Penyetaraan tersebut diperjuangkan melalui Raperda Ponpes yang sedang digagas Pansus di DPRD Provinsi Banten. Pembahasannya sudah memasuki tahap finalisasi.

"Kita mendukung upaya DPRD Provinsi untuk menerbitkan Perda mengenai persamaan hak eksistensi pondok pesantren (ponpes) dengan sekolah swasta. Dengan perda ini, pondok pesantren akan mendapatkan hak yang sama, baik dari sisi bantuan pembangunan maupun bantuan intensif tenaga pendidik," tutur LaNyalla, Rabu (5/5/2021).

Senator asal Jawa Timur itu menilai peran ponpes sangat besar, khususnya dalam memberikan sumbangsih pendidikan nasional dan pengadaan sumber daya manusia yang unggul danberkualitas.

"Sehingga, pemerintah provinsi perlu memberikan perhatian yang sama seperti perhatian yang diberikan kepada sekolah-sekolah umum swasta lainnya," tuturnya.

Untuk itu, LaNyalla berharap raperda yang disusun DPRD Banten bisa mewujudkan keadilan terhadap sumbangsih ponpes dalam dunia pendidikan.

"Apalagi ponpes di Provinsi Banten sangat besar jumlahnya dan menjadi pilihan tersendiri bagi masyarakat dalam menyekolahkan anak-anaknya. Jadi pengaturan terkait hal ini perlu diatur dan dilakukan spesifikasi penerima bantuan untuk pengembangan pendidikan seperti fasilitas bangunan dan fasilitas belajar lainnya," katanya.

Alumnus Universitas Brawijaya Malang ini menjelaskan, raperda ponpes sempat kandas dalam fasilitasi Kemendagri pada tahun 2016 lalu.

"Dampaknya, ponpes kesulitan dalam pengelolaan anggaran dalam meningkatkan kualitas pengajaran. Hal itu terjadi karena keterbatasan anggaran yang dimiliki," ujarnya. kbc10

Bagikan artikel ini: