Pasokan oksigen di Tangerang Selatan disebut mencukupi

Selasa, 27 Juli 2021 | 08:52 WIB ET

JAKARTA - Tim Kantor Staf Presiden (KSP) menemukan pasokan oksigen di wilayah Tangerang Selatan, Banten sudah bisa memenuhi kebutuhan. Situasi itu terlihat dari tidak adanya antrian pembeli di toko-toko yang menjual oksigen. Meskipun dalam verifikasi lapangan tersebut ditemukan, harga oksigen masih di atas harga normal sebelum pandemi COVID-19. 

Situasi ini terpantau langsung oleh tim KSP pada Senin (26/7). Selain melihat ketersediaan oksigen, Tim KSP juga memantau pasokan vaksin serta obat terapi COVID-19 untuk masyarakat. Selain di Banten, tim ini juga akan memantau di propinsi lain di Pulau Jawa. 

Dalam verifikasi lapangan ini, KSP juga mengunjungi beberapa fasilitas kesehatan diantaranya Rumah Sakit Umum (RSU) Kota Tangerang Selatan dan Puskesmas Ciputat Timur di kota Tangerang Selatan.

Tim KSP tidak menemukan adanya antrian pasien COVID-19 di IGD di RSU Kota Tangerang Selatan karena pihak rumah sakit menerapkan sistem antrian daring. Artinya, untuk mendapatkan fasilitas kesehatan di RSU Kota Tangerang Selatan, calon pasien harus mengisi daftar antrian yang tersedia secara online. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya kerumunan dan pasien yang tidak tertangani akibat kelebihan kapasitas di rumah sakit. 

Namun demikian, fasilitas IGD Rumah Sakit Tangerang Selatan saat ini terpantau penuh dengan 22 pasien. Pihak rumah sakit pun akan terus memantau dan mengantisipasi peningkatan jumlah antrian pasien secara online.

Dalam tinjauannya secara langsung ke Puskesmas Ciputat Timur, KSP menemukan sejumlah persoalan yang menjadi keresahan utama pihak puskesmas. Salah satunya adalah akses rujukan ke rumah sakit yang sangat terbatas karena kapasitas rumah sakit yang rata-rata sudah penuh. Padahal pihak puskesmas belum memiliki fasilitas kesehatan yang cukup memadai untuk menangani pasien COVID-19 dengan kondisi sedang atau berat. 

“Masih susah mencari ketersediaan tempat tidur di rumah sakit. Sudah kami daftarkan online tapi antrian bisa sampai berhari-hari,” kata dr. Sylviana Kuswandi, salah satu dokter umum di puskesmas tersebut.

Dokter yang mengabdi di Puskesmas Ciputat Timur selama 3 tahun tersebut pun hanya berharap bahwasanya masyarakat taat dan disiplin menjalankan protokol kesehatan untuk mengurangi penularan COVID-19 dan secara tidak langsung mengurangi beban para tenaga kesehatan.

Selain itu tim KSP juga menemukan adanya keterlambatan pengiriman hasil tes PCR (polymerase chain reaction) dimana pasien harus menunggu selama 2 minggu untuk mendapatkan hasil tes. Padahal hasil tes PCR menjadi salah satu syarat utama agar rumah sakit dapat segera memberikan pelayanan kepada pasien.

“Harusnya hasil tes PCR keluar dalam 1-2 hari agar pasien dapat ditangani dengan cepat dan tepat. KSP akan memeriksa dimana sumbatannya yang menyebabkan proses PCR berlarut-larut seperti ini,” kata Abraham Wirotomo, Tenaga Ahli Utama KSP.

Dalam masa pandemi ini, Puskesmas Ciputat Timur hanya memberikan pelayanan kebidanan dan COVID-19, termasuk pelayanan vaksinasi COVID-19. Berdasarkan informasi dari pihak puskesmas, di bulan Juni saja telah tercatat sebanyak 644 pasien COVID-19 yang mendapatkan perawatan dari Puskesmas Ciputat Timur, 9 orang diantaranya meninggal dunia.

Dalam hal ketersediaan obat, pihak puskesmas mengakui masih memiliki kurang lebih 100 butir obat antivirus jenis oseltamivir yang cukup untuk diberikan kepada 10 pasien COVID-19 bergejala sedang. Namun tidak dipungkiri bahwa bahwa ketersediaan obat akan berkurang seiring dengan adanya peningkatan kasus COVID-19, jelas pihak Puskesmas Ciputat Timur.

“Dalam hal ini, KSP akan berkoordinasi dengan pihak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk segera melakukan percepatan penyediaan bahan baku obat dan obat jadi yang nantinya akan menjamin ketersediaan pasokan obat di berbagai fasilitas kesehatan,” imbuh Abraham.

Rencananya, tim KSP akan melanjutkan proses verifikasi lapangan ini ke provinsi Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah dalam periode 7 hari kedepan untuk mencari solusi atas persoalan yang menghambat distribusi oksigen, obat dan vaksin COVID-19 kepada masyarakat.

Bagikan artikel ini: