Pemerintah siapkan insentif untuk transaksi ekspor impor pakai rupiah?

Jum'at, 24 September 2021 | 09:33 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Pemerintah sedang merancang insentif untuk pelaku usaha yang memanfaatkan kerja sama penyelesaian transaksi bilateral dengan mata uang lokal atau local currency settlement (LCS).

Direktur Eksekutif Kepala Departemen Internasional Bank Indonesia (BI) Doddy Zulverdi mengatakan, secara eksplisit, pemerintah mengatakan akan memberikan kemudahan fasilitasi dan insentif.

"Insentif dalam konteks fasilitasi ekspor dan impor, untuk mendorong minat pelaku usaha dalam memanfaatkan LCS," kata Doddy dalam webinar "Dampak Penerapan LCS Diperluas, Bagaimana Nasib Rupiah?" di Jakarta, Kamis (23/9/2021).

Di samping itu, BI akan menggencarkan kampanye secara komprehensif kepada pelaku usaha, termasuk melalui pendekatan dengan menyasar pelaku usaha spesifik.

Menurut Doddy, peningkatan pengetahuan pelaku usaha menjadi penting karena berdasarkan survei BI, sebanyak 80% dari responden mengatakan belum mengetahui LCS.

BI juga akan merelaksasi pengaturan LCS yang masih memberatkan pelaku usaha dengan tetap memperhitungkan risiko. BI antara lain akan memperluas cakupan transaksi LCS.

"Memang betul saat kerja sama dengan Malaysia dan Thailand, LCS diterapkan untuk perdagangan barang dan jasa, tapi pelaku usaha memandang perlu diperluas untuk foreign direct investment, income transfer, dan remitensi," terang Doddy.

BI juga tengah mengkaji ketentuan threshold underlying LCS yang dirasa memberatkan pelaku usaha, menyederhanakan format transaksi LCS, dan menambah bank Appointed Cross Currency Dealers (ACCD) yang dapat melaksanakan LCS.

"LCS tidak diwajibkan bagi pelaku usaha, yang jelas BI memfasilitasi dengan negara mitra. Kami juga memberi fleksibilitas kepada bank-bank yang ditunjuk, bank ACCD tadi," kata Doddy.

Dengan beragam keuntungan menerapkan LCS, Doddy pun meyakini pelaku usaha akan tertarik menerapkan LCS dengan sendirinya, tanpa perlu diwajibkan oleh pemerintah.

Untuk diketahui, saat ini sudah ada empat negara yang menerapkan LCS dengan Indonesia yakni bank sentral Jepang, Malaysia dan Thailand, yang terbaru, Bank Indonesia bekerja sama dengan bank sentral China atau People's Bank of China (PBoC). Namun, Bank Indonesia akan terus memperluas pengimplementasian LCS ke negara-negara mitra lainnya baik di ASEAN maupun luar ASEAN.

LCS merupakan upaya BI untuk meninggalkan dominasi dolar AS dalam transaksi perdagangan dan investasi. Dengan penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan bilateral, permintaan dolar AS berpotensi berkurang setelah BI melakukan kerja sama penyelesaian transaksi bilateral dengan beberapa bank sentral negara Asia. Dilihat dari sisi investasi valas, LCS berpotensi mengurangi porsi permintaan dolar AS, sehingga penguatan dolar AS juga akan berkurang.

Doddy Zulverdi menegaskan, bahwa transaksi bilateral dengan mata uang lokal ini bukanlah suatu keharusan bagi pelaku usaha. Akan tetapi, pemerintah sedang merumuskan insentif bagi para pelaku usaha yang menerapkan LCS ini. Harapannya, para pelaku usaha akan semakin tertarik untuk menggunakan mata uang lokal dalam setiap transaksi dagang mereka.

"Kita juga coba sinergi dengan pemerintah. Kita sudah ada kesepakatan, saat ini pemerintah sedang dalam kajian untuk membantu memberikan insentif bagi pelaku ekonomi yang menggunakan LCS ini," jelas Doddy.

Dengan demikian, lanjut Doddy, transaksi bilateral dengan mata uang lokal ini tidaklah bersifat mandatory. Menurutnya, penggunaan LCS tergantung pada mekanisme pasar.

"Pertama, ini adalah mekanisme pasar, tidak bersifat mandatory. Yang jelas, BI memfasilitasi kerja sama dengan negara mitra, kita juga berikan fleksibilitas kepada bank-bank ACCD yang ditunjuk. Harapannya pelaku ekonomi akan tertarik dengan sendirinya," ucapnya.

Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) juga mengapresiasi langkah Bank Indonesia yang menerapkan local currency settlement ini. Menurutnya, selain mengurangi tekanan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, implementasi LCS juga akan memperkuat perekonomian Indonesia. Ketergantungan terhadap dolar AS yang terus turun dalam perdagangan antar negara, tentu akan berdampak terhadap perekonomian dalam negeri. Dengan begitu, ekonomi nasional akan lebih kuat.

"Ini memberikan penguatan terhadap ekonomi kita, dan bisa kita lakukan terhadap negara-negara Asean. Ini juga memberikan dampak-dampak pada perdagangan kita, arus perdagangan kita di asean akan lebih kuat, biaya-biaha akan lebih rendah. Apa yang dilakukan BI dalam memperluas LCS harus dtangkap sebagai sinyal yang positif. Upaya yang dilakukan BI ini untuk memperkuat peran bank sentral Indonesia di Asean," ungkap Anggota Komisi XI DPR-RI Mukhamad Misbakhun.

Misbakhun menyatakan, langkah-langkah yang dilakukan Bank Indonesia juga sejalan dengan adanya koordinasi antara Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI) yang sebagai kepanjangtanganan DPR dalam mengawasi lembaga independen tersebut. Keterbukaan Badan Supervisi dalam melakukan koordinasi dan diskusi dengan DPR, telah menelurkan berbagai kebijakan-kebijakan yang dianggap mampu mengatasi persoalan ekonomi.

"Ketika kita tahu kebijakan BI dan memberikan masukan, BSBI menjadikan hal tersebut menjadi bahan untuk disampaikan kepada Bank Indonesia dalam kaitan kebijakan ke depan. Badan Supervisi itu menurut saya memberikan manfaat yang ideal dan memadai dari sisi akademik literate, policy literate, dan macro economy literate," pungkas Misbakhun. kbc10

Bagikan artikel ini: