Diklaim jitu tekan penjualan, pemerintah ngotot naikkan cukai rokok di 2022

Jum'at, 8 Oktober 2021 | 09:11 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan kenaikan cukai rokok tahun depan. Kepala Sub Bidang Cukai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI, Sarno mengatakan, kenaikan cukai rokok efektif menurunkan penjualan batang rokok per tahun.

"2019 Tidak ada kenaikan cukai, penjualan mencapai 356,5 miliar batang karena harga rokok Rp 22.940 per bungkus. Pada 2020, ada kenaikan cukai rokok membuat per bungkusnya dijual Rp 24.632, maka penjualan berkurang menjadi 322 miliar batang," kata Sarno dalam pemaparannya pada webinar Dukungan Kenaikan Cukai dan Harga Rokok yang digelar Center of Human and Economic Development (CHED) Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta, Kamis (7/10/2021).

Melihat fakta tersebut, kata Sarno, Kementerian Keuangan memilih untuk menaikkan cukai rokok lantaran dinilai efektif mengendalikan konsumsi tembakau. Sebab, kenaikan cukai akan diikuti dengan naiknya harga jual rokok yang membuat anak-anak kesulitan membelinya.

"Dukungan berbagai pihak itu membuat kami semangat untuk mendukung kesehatan masyarakat. Kalau masyarakat sehat, anggaran juga tidak jebol," kata Sarno.

Dia mengatakan, Kementerian Keuangan juga memiliki target untuk menurunkan prevalensi perokok anak dari 9,1 persen menjadi 8,7 persen sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional atau RPJMN 2024. "Target penurunkan prevalensi perokok anak menjadi 8,7 persen itu jadi parameter kami dalam menyusun anggaran," tuturnya.

Sarno menuturkan, dalam menaikkan cukai rokok, kementeriannya mempertimbangkan persoalan kesehatan, penerimaan negara, tenaga kerja, petani, industri, tata niaga bahan baku, dan rokok ilegal. "Tentu Ibu Sri Mulyani sebagai seorang ibu amat memperhatikan masalah kesehatan anak-anak agar tercapai bonus demografi anak-anak Indonesia di masa depan yang unggul," kata dia.

Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Mukhaer Pakkanna mendukung pemerintah menaikkan cukai rokok. "Kami mendukung jihad Ibu Sri Mulyani yang dari awal menggembar-gemborkan kenaikan cukai," tuturnya.

Menurut Mukhaer, Kementerian Keuangan perlu mendapatkan tambahan semangat untuk menambal desifit keuangan negara sebesar 5,7 persen. "Salah satunya yang kita harapkan adalah mengoptimalkan penerimaan negara dari pajak dan cukai rokok," jelasnya.

Mukhaer, yang juga Ketua Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan Pimpinan Pusat Muhammadiyah juga merekomendasikan perlunya diversifikasi obyek cukai. Diversifikasi itu penting agar kita tidak sekadar mengandalkan cukai rokok. "Bisa juga minuman pemanis, plastik meskipun juga enggak mudah," katanya.

Usulan berikutnya, kata Mukhaer, pemerintah sebaiknya segera merevisi UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai. Ia merujuk pada Pasal 5 ayat 4, yakni penentuan besaran target penerimaan negara dari cukai pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta alternatif kebijakan menteri dalam mengoptimalkan upaya mencapai target penerimaan, tetap memperhatikan kondisi industri dan aspirasi pelaku usaha industri.

"Setiap kali hendak menaikkan cukai rokok, pasti selalu mendengar para pengusaha rokok yang sehari-hari, mereka sendiri juga tidak merokok," katanya sambil memperlihatkan wajah para taipan Indonesia, pemilik pabrik rokok terbesar di Tanah Air.

"Jika tujuannya untuk kesehatan dan mereka tidak merokok, seharusnya setiao pemerintah menaikkan cukai rokok ya tidak dihambat dan mendukungnya," pungkasnya. kbc10

Bagikan artikel ini: