Harga minyak goreng melonjak, DPR desak Kemendag harus cepat bergerak

Senin, 1 November 2021 | 07:23 WIB ET

SURABAYA - Harga minyak goreng mengalami kenaikan dalam sepekan terakhir di sejumlah wilayah di Tanah Air. Anggota Komisi VI DPR RI yang membidangi perdagangan, Mufti Anam, mendesak Kementerian Perdagangan untuk merespons masalah tersebut secara lebih cepat dan tepat.

“Banyak pelaku usaha makanan skala UMKM yang kesulitan dengan naiknya harga minyak goreng. Saya dapat banyak pesan masuk, seperti pedagang gorengan dan PKL di Pasuruan-Probolinggo yang terimpit kenaikan harga minyak goreng. Mau menaikkan harga jual tidak mungkin karena daya beli masyarakat belum pulih,” ujar Mufti kepada media, Minggu (30/10/2021).

Selain berdampak ke ekonomi, Mufti menyebut adanya potensi dampak negatif ke kesehatan. Sebab, warga bisa saja memakai minyak goreng berulang-ulang lantaran untuk membeli yang baru harganya sudah melonjak naik.

Berdasarkan data Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP) Kemendag, harga rata-rata minyak goreng curah pada Oktober 2021 adalah Rp Rp 14.489 per liter, telah melonjak hingga 20 persen dibanding harga Januari 2021 dan melambung 5,07 persen dibanding September 2021.

“Bahkan di beberapa wilayah di Jatim kalau dicek di pusat harga pangan itu bisa Rp17.000 per liter,” tutur Mufti.

Adapun harga rata-rata migor kemasan sederhana pada Oktober 2021 adalah Rp14.843 per liter, meroket 15 persen dibanding Januari 2021 dan melaju 4,9 persen dibanding September 2021.

Mufti mengatakan, memang kenaikan harga migor ini adalah konsekuensi dari lonjakan harga raw material minyak goreng, yaitu minyak kelapa sawit/crude palm oil. Sehingga, kendati sebenarnya pasokan migor di pasar memadai, harga tetap naik lantaran harga bahan bakunya juga melonjak. Meski demikian, Mufti meminta pemerintah jangan semata-mata menyerahkan harga migor ini kepada mekanisme pasar sesuai fluktuasi harga CPO.

“Harga migor memang terkait erat CPO sebagai bahan baku utamanya. Di sisi lain, banyak produsen migor yang tidak terintegrasi dengan perkebunan sawit. Sehingga sangat memengaruhi penentuan harga migor. Tetapi tetap pemerintah, dalam hal ini Kemendag, harus hadir memberi solusi,” ujarnya.

Mufti menyebut solusi jangka pendek dan jangka menengah-panjang untuk mengantisipasi agar tak ada lagi lonjakan harga minyak goreng yang menyusahkan masyarakat.

Dalam jangka pendek, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag harus segera melakukan intervensi untuk harga minyak goreng. Mufti menyesalkan lambannya Kemendag dalam merespons masalah ini. Sebab, persoalan melambungnya harga migor terjadi sejak beberapa bulan lalu.

“Kemendag bisa melakukan operasi pasar dengan sistem pensasaran, targeting system, yang tepat. Operasi pasar sebatas membantu, karena untuk stabilisasi harga tidak akan bisa mengingat kemampuan operasi pasar pemerintah juga terbatas. Sehingga targeting system-nya harus bagus,” ujarnya.

Operasi pasar, lanjut dia, bisa dilakukan dengan melibatkan produsen migor terutama yang sudah terintegrasi dengan perkebunan kelapa sawit.

Adapun secara jangka menengah-panjang, lanjut Mufti, Kemendag harus memiliki skema antisipasi yang lebih baik dengan mengamati tren perdagangan CPO dunia. Misalnya, saat ini banyak pakar menyebut harga CPO bakal terus melambung hingga triwulan II/2022 berkaitan dengan musim.

“Maka perlu antisipasi. Gawat kalau harga migor terus melonjak sampai tahun depan. Pedagang makanan bisa gulung tikar, di sisi lain rakyat kecil kesusahan mengolah bahan pangan dengan murah. Harus diantisipasi, harus cari solusi, kasihan masyarakat kecil,” ujarnya.

Mufti juga mendesak Kemendag tegas serta efektif dalam mengeksekusi kebijakan migor wajib kemasan yang bakal diberlakukan mulai tahun depan. Sebelumnya, beberapa kali aturan migor wajib kemasan ini molor pelaksanaannya.

“Minyak goreng kemasan mempunyai kemampuan untuk disimpan. Sehingga sebenarnya harganya lebih bisa dikendalikan. Tetapi pemerintah juga harus mengawasi produsen karena bisa saja produksi waktu sebelumnya ketika harga CPO rendah, kemudian disimpan, dan dilepas ke pasar dengan harga yang sudah dikerek ketika harga CPO tinggi,” ujarnya. kbc10

Bagikan artikel ini: