Dukungan Syngenta jadikan RI masuk 8 negara penghasil jagung terbesar dunia

Selasa, 7 Desember 2021 | 06:10 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Indonesia tercatat masuk ke dalam negara produsen jagung dunia. Bukan hal yang mudah memang. Butuh waktu lebih dua dekade untuk mewujudkannya. Pasalnya sebagian besar petani jagung di Indonesia hanya memiliki luas lahan rerata 0,5 hektare (Ha).

Head of Seed Business Syngenta Indonesia Fauzi Tubat menuturkan, pihaknya turut berkepentingan mengawal agar produksi jagung petani sesuai dengan yang ditargetkan pemerintah. Menurutnya, Syngenta Indonesia turut berperan dengan memproduksi benih jagung hibrida unggulan.

Benih unggulan ini dibuat melalui riset yang panjang dan sesuai dengan kondisi lahan petani dan cuaca di Indonesia serta menjadi solusi untuk hama dan penyakit tertentu yang menyerang tanaman jagung, seperti Busuk Batang, Bulai, dan memiliki produktivitas yang tinggi.

Dia pun menegaskan, dua dekade terakhir ini telah terjadi peningkatan produksi jagung di Indonesia, dari semula 9,5 juta ton pada 2000, hingga kini telah lebih dua kali lipat menjadi 19,7 juta ton pada 2020. Provinsi Jatim merupakan produsen jagung tertinggi di Indonesia dengan 1,05 juta ha lahan dan produktivitas mencapai 5,3 juta ton per tahun, kemudian diikuti oleh Jawa Tengah, Lampung, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat, dan Gorontalo.

"Peningkatan pesat produktivitas pertanian jagung di Indonesia ini, membuat Indonesia kini  adalah negara pengekspor jagung yang terbesar di Asia Tenggara. Tentu ini membanggakan kita semua, dan Syngenta berkomitmen untuk terus menjadi bagian dari pertumbuhan jagung nasional," ujar Fauzi dalam media gathering di Jakarta, Senin (6/12/2021).

Apalagi di saat digitalisasi yang terus berkembang, menurut Fauzi, petani perlu diajak untuk masuk ke dalam eksosistem digital sehingga mampu meningkatkan kapasitas dan posisi tawarnya. Dengan begitu , petani dapat mengakses informasi alternatif alat pertanian dan menjangkau pasar yang lebih luas.

Fauzi tidak menampik tidak sedikit dari petani yang sudah mengadopsi internet dan menggunakan aplikasi digital. Setidaknya dalam salah satu group Facebook Komunitas Petani Jagung NK yang dibentuk Syngenta sudah menampung 131.000 anggota. Hal sama juga ditemui di kanal media sosial seperti Youtube dan Instagram.

Merujuk situs altlasbig.com menyebutkan Amerika Serikat merupakan negara penghasil jagung nomor Wahid di dunia dengan produksi 384,7 juta ton.Kemudian nomor dua dan tiga adalah China yakni masing masing sebesar 231,8 juta ton dan Brasil sebesar 64 juta ton. India menempati peringkat ke tujuh dengan produksi jagung 26,2 juta ton.

General Manager Syngenta Indonesia Kazim Hasnain menerangkan, inovasi dan digitalisasi menjadi kunci kesuksesan sekor pertanian di masa pandemi Covid-19. Dengan teknologi komunikasi, dapat memberikan pendampingan lebih luas kepada petani. "Dengan komunikasi digital, petani kini lebih mudah mendapatkan pengetahuan baru dan memasarkan produk-produknya. Kami senang bisa turut memfasilitasi perkembangan baru ini ke petani," ujarnya.

Syngenta, kata Kazim, sebagai penyedia teknologi dan jasa pertanian berkantor pusat di Swiss dan telah hadir di Indonesia sejak tahun 1960-an, menjadikan tantangan masa pandemi sebagai momentum menciptakan peluang dan inovasi baru. "Disrupsi atau perubahan industri pertanian menjadi fokus Syngenta untuk berkontribusi melakukan pendampingan bagi petani di Indonesia," kata Kazim.

Selama pandemi, Syngenta Indonesia telah menggelar 6.900 kegiatan atau acara virtual sejak Maret 2020 yang melibatkan tim agronomis lapangan dengan komunitas petani, tinjauan lapangan, dan peluncuran teknologi pertanian. Lebih 153.000 petani terlibat dalam kegiatan virtual dari Syngenta selama masa pandemi, sehingga petani tetap dapat belajar mengenai praktik pertanian yang baik, mempertahankan produktivitas, dan berbagi pengetahuan strategi pangan.

Head of Business Syngenta Indonesia, Midzon Johannis menerangkan, salah satu komitmen Syngenta dalam menjalankan aktivitasnya adalah The Good Growth Plan (GGP). The Good Growth Plan adalah kerangka program pertanian berkelanjutan Sygenta yang pertama kali diluncurkan pada 2013 dalam wujud enam komitmen.

Keenam komitmen itu telah mencapai tujuannya pada 2020 dengan keberhasilan 14 juta hektar (ha) lahan pertanian berhasil diselamatkan dari degradasi, dan keanekaragaman hayati meningkat di 8 juta ha lebih lahan pertanian.  Good Growth Plan kini telah diakui menjadi program  keberlanjutan yang paling komprehensif yang berfokus pada petani dan lahan pertanian.

Pada pertengahan 2020, program Good Growth Plan melanjutkan evolusinya dengan empat komitmen baru yang harus dicapai hingga 2025. Komitmen baru itu berambisi mengurangi jejak rekam karbon pada pertanian dan membantu petani menghadapi pola cuaca ekstrim yang disebabkan oleh perubahan iklim global.

Empat komitmen baru Good Growth Plan tersebut adalah: mempercepat inovasi bagi petani dan alam, mengusahakan pertanian yang netral karbon, membantu pekerja pertanian tetap sehat dan selamat, dan bermitra menciptakan dampak. "Tantangan perubahan iklim semakin nyata. Kami di Syngenta menanganinya dengan berlandaskan pada Good Growth Plan yang diharapkan akan berdampak secara global," ujar Midzon. kbc11

Bagikan artikel ini: