Kompor listrik hingga masalah PLN, masyarakat yang terdampak?

Selasa, 27 September 2022 | 19:50 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Nampaknya masyarakat seperti dijadikan bantalan atas kesalahan pemerintah dan PT PLN (Persero) dalam mengelola kelistrikan dalam negeri. Bayangkan saja, ketika listrik mengalami kelebihan pasokan (oversupply) listrik pemerintah dan PLN sangat getol menjalankan program konversi kompor listrik.

Masyarakat didorong untuk memakai kompor induksi dengan dalih penggunaan kompor induksi lebih hemat daripada kompor LPG (liquefied petroleum gas). Hal itu diakui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif. Dia menyebut kompor listrik adalah salah satu upaya untuk menyiasati kelebihan pasokan listrik PLN. "Iya harusnya demikian, kalau kita pasang 10 juta itu bisa menyerap lima gigawatt (GW) ya," ucap Arifin akhir pekan lalu.

Direktur Eksekutif Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria mengatakan, kelebihan pasokan listrik adalah masalah PLN dan terkait dengan pihak swasta pemilik pembangkit listrik yang menjual listrik ke PLN. "Beban berat yang ditanggung PLN akibat sistem take or pay pada jual beli listrik dari swasta ke PLN, ini jangan sampai dilarikan ke masyarakat," kata Sofyano di Jakarta, Selasa (27/9/2022).

Sofyano juga menjelaskan, kompor induksi membutuhkan daya (power) yang sangat besar yaitu minimal 2.000 watt untuk satu unit motor. Jika masyarakat miskin diberi gratis kompor induksi dan dalam rumah mereka diberi MCB listrik khusus dengan daya 2.000 watt dengan TDL subsidi, hal itu akan menimbulkan ketidakadilan.

"Apakah ini tidak bertentangan dengan pertimbangan dasar bahwa yang berhak terhadap tarif subsidi adalah pelanggan dengan daya 450 VA-900 VA saja. Apakah rumah yang memiliki dua MCB bisa digolongkan orang miskin?" tanya Sofyano.

Di sisi lain, lanjutnya, program konversi kompor listrik jika berjalan secara masif dan dalam skala besar akan berdampak kepada para penyalur LPG 3 kg yang tersebar di seluruh Indonesia. "Mereka punya andil besar dalam membantu pemerintah sejak menyalurkan minyak tanah sampai menyalurkan LPG 3 kg. Sementara program konversi ke Kompor listrik jelas tidak membutuhkan keterlibatan mereka itu. Apakah pemerintah tidak mempertimbangkan hal ini?" tegasnya.

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan juga sebelumnya menilai, bisnis pembangunan pembakit PLN harus dikaji ulang. Terlebih program 35 ribu megawatt (MW) yang dicanangkan pemerintah.

Program itu dibuat dengan asumsi pertumbuhan ekonomi mencapai 5-7%. Namun, saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini tidak setinggi asumsi itu apalagi kemarin dihantam pandemi. "Realisasi pertumbuhan konsumsi listrik sendiri saat ini lima persen saja. Jadi memang sangat berat untuk meningkatkan demand," kata Mamit.

Masyarakat pun tidak bisa dijadikan tumbal atas kelebihan listrik saat ini. Masyarakat tidak bisa dijadikan tumpuan untuk meningkatkan demand listrik. Dalam mengelola bisnis PLN, Mamit menambahkan, perusahaan listrik pelat merah itu harus melakukan renegosiasi dengan Independen Power Producer (IPP) terkait dengan skema take or pay ini sehingga tidak terlalu membebani keuangan perseroan.

Di kesempatan berbeda, Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah mengatakan, kelebihan pasokan listrik yang dialami PLN sekitar 6 GW. Dengan skema take or pay yang berlaku dengan IPP, PLN harus membayar oversupply listrik meski tak terserap oleh masyarakat dan pelaku usaha.

Said mengatakan, kelebihan suplai listrik selama ini menjadi beban dalam keuangan negara. Pemerintah tetap membayarkan kompensasi kepada PLN sekalipun pasokan berlebih tersebut tidak dipakai. Said menyebut, pemerintah menanggung Rp 3 triliun untuk setiap 1 GW kelebihan pasokan listrik. Sehingga dengan kelebihan pasokan 6 GW, pemerintah membayar biaya mencapai Rp 18 triliun. "Bisa dibayangkan kalau 1 giga itu, karena kontrak take or pay, maka harus bayar Rp 3 triliun, sebab per 1 giga itu (bebannya) Rp 3 triliun," kata Said.

PLN mendukung arahan Presiden Joko Widodo terkait konversi kompor elpiji 3 kilogram (kg) ke listrik (induksi).

Dirut PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, pihaknya tengah fokus mendampingi dan mengevaluasi program uju coba kepada 1.000 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Solo, Jawa Tengah, dan Denpasar, Bali.

"Arahan pemerintah sangat jelas dan PLN menindaklanjuti dengan berbagai perbaikan pada program uji coba di dua kota tersebut. Kami terus memberikan pendampingan kepada masyarakat penerima manfaat, sampai benar-benar dapat mengoperasikan penggunaannya secara mandiri dan beralih sepenuhnya ke kompor listrik," jelas Direktur Utama PLN Darmawan. kbc11

Bagikan artikel ini: