Ekspor komoditas non migas primadona merosot

Senin, 17 Oktober 2022 | 17:28 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan penurunan kinerja ekspor tiga komoditas unggulan Indonesia di September 2022. Tiga komoditas itu yakni besi dan baja, minyak kelapa sawit, dan batu bara.

"Penurunan ini disebabkan oleh turunnya permintaan dan harga di level global," ujar Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto di Jakarta, Senin (17/10/2022).

Dari data BPS, harga besi dan baja di level internasional pada September 2022 melemah 8,31% secara bulanan (mtm) dan 19,85% secara tahunan (yoy) menjadi US$99,8 per dried metric ton per unit (dmtu).

Sedangkan harga minyak kelapa sawit di bulan yang sama tercatat US$ 909 per metrik ton (mt). Nilai itu mengalami penurunan sebesar 11,37% (mtm) dan 23,03% (yoy). Penurunan harga komoditas ini terjadi secara konsisten sejak Juni 2022 sekaligus menjadi yang terdalam.

Sementara harga batu bara tercatat masih cukup tinggi, yakni di level US$321,5 per mt. Nilai tersebut tumbuh 1,01% (mtm) dan 120,11% (yoy). "Harga batu bara ini masih tetap tinggi sejak Maret 2022," jelas Setianto.

Kecenderungan turunnya harga-harga komoditas itu berakibat pada melemahnya kinerja ekspor. Nilai ekspor besi dan baja pada September 2022 tercatat hanya US$2,1 miliar, turun dari bulan sebelumnya yang mencapai US$2,3 miliar.

Lalu kinerja ekspor minyak kelapa sawit tercatat hanya senilai US$2,4 miliar, lebih rendah dari bulan sebelumnya yang sebesar US$3,7 miliar. Volume ekspor kelapa sawit ini juga mengalami penurunan dari 3,6 juta ton di Agustus 2022 menjadi 2,55 juta ton di September.

Sementara untuk batu bara, meski harga di level internasional mengalami kenaikan, namun nilai ekspornya justru mengalami penurunan. Pada September 2022, nilai ekspor batu bara hanya US$4,2 miliar, lebih rendah dari bulan sebelumnya yang mencapai US$4,4 miliar.

Turunnya nilai ekspor batu bara itu dikarenakan menurunnya permintaan di level global. Ini terlihat dari turunnya volume ekspor komoditas tersebut, yang sebelumnya mencapai 32,8 juta ton menjadi 33,2 juta ton. Tiongkok masih menjadi negara tujuan utama ekspor batu bara. Hal ini dicerminkan dari naiknya nilai ekspor ke Negeri Tirai Bambu terhadap batu bara Indonesia yang sebelumnya hanya US$672,9 juta di Agustus 2022 menjadi US$949,08 juta di September.

Sedangkan di kawasan Eropa, Polandia, dan Belanda menjadi negara yang paling tinggi mengimpor batu bara dari Indonesia, yakni senilai US$63,36 juta dan US$%55,85 juta. Secara total, nilai ekspor batu bara Indonesia ke Benua Biru mencapai US$161,69 juta, lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang hanya US%96,21 juta.

Setianto juga menyampaikan berdasarkan pengamatan BPS dari Jakarta Interbank Spot Dolar Rate (Jisdor) Bank Indonesia, rupiah terdepresiasi sekitar Rp15 ribu per US$ dalam beberapa hari terakhir. "Hal ini karena penguatan nilai dolar AS didukung oleh dampak kenaikan suku bunga di AS yang lebih cepat dan lebih tinggi dibandingkan negara lain," ujar Setianto.

Adapun keputusan bank sentral AS, Federal Reserve (Fed), dalam menaikkan suku bunga yang dikombinasikan dengan tekanan eksternal itu juga akan mempengaruhi pasar negara berkembang, salah satunya Indonesia. Menurut Setianto, pantauan peristiwa terkini secara global tersebut menjadi bekal bagi Indonesia dalam menyusun statistik perdagangannya pada September 2022.kbc11

Bagikan artikel ini: