Alamak! BI kembali kerek suku bunga acuan 50 bps jadi 4,75%

Kamis, 20 Oktober 2022 | 16:41 WIB ET
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo

JAKARTA, kabarbisnis.com: Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang berlangsung 19-20 Oktober 2022 memutuskan kembali menaikkan suku bunga acuan BI-7 Day Reverse Repo Rate sebesar 50 basis poin (bps).

Dengan demikian, suku bunga acuan kini bertengger di level 4,75% dari bulan lalu yang juga naik 50 bps di level 4,25%. Sementara itu, suku bunga deposit facility juga naik 50 bps menjadi 4%, dan suku bungan lending facility naik 50 bps menjadi 5,50%.

"Keputusan kenaikan suku bunga tersebut sebagai langkah front loaded, pre-emptive dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini terlalu tinggi," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo saat konferensi pers secara virtual, Kamis (20/10/2022).

Selaon itu juga untuk memastikan inflasi inti ke depan kembali ke sasaran 3% plus minus 1% lebih awal, yaitu pada paruh pertama tahun 2023.

"Serta, memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya. Akibat semakin kuatnya mata uang dolar Amerika Serikat  dan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global di tengah pertumbuhan ekonomi domestik yang semakin kuat," tutur Perry.

Bank Indonesia juga terus memperkuat respons bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas, serta momentum pemulihan ekonomi nasional.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani mengatakan, kalangan pengusaha sebetulnya berharap BI tidak lagi menaikkan suku bunga acuannya. Terutama karena biaya modal semakin berpotensi naik di tengah situasi ekonomi yang tidak baik dan kinerja ekspor yang semakin tertekan.

Menurutnya, nilai suku bunga bulan lalu sudah di ambang cukup bagi pengusaha. Apabila lebih dari 4,25%, dia khawatir akan berdampak pada kinerja usaha. "Kita berharapnya tidak naik lagi, ini sudah cukup. Nanti biaya modalnya naik juga, situasinya lagi nggak bagus juga, ekspor lagi drop," kata Hariyadi.

Hariyadi menambahkan, saat ini pasar ekspor sedang menurun, salah satunya untuk produk tekstil dan sepatu yang pemesanannya turun hingga 50% akibat kondisi ekonomi global.

"Kalau bisa ya jangan ada kenaikan lagi dari BI. Kemarin kami masih support, naik gak apa-apa di 4,25 (persen). Sekarang situasi market-nya, terutama ekspor lagi nggak bagus, yang bagus hanya sektor tertentu seperti minyak sawit dan batu bara," ungkapnya.

Sementara itu, arus modal keluar sudah sekitar US$1,66 miliar dari pertengahan September hingga pertengahan Oktober, sehingga total modal keluar mencapai US$8,13 miliar sejak kenaikan suku bunga Bank Sentral AS, The Federal Reserve atau The Fed pertama pada Maret.kbc11

Bagikan artikel ini: