Target 1 juta barel minyak pesimis tercapai, ini alasannya
JAKARTA, kabarbisnis.com: Pemerintah menetapkan target produksi minyak bumi sebesar 1 juta barel per hari (bph) pada 2030 mendatang. Hanya saja, target tersebut dinilai terlalu muluk dan sulit dicapai.
Praktisi minyak dan gas bumi (migas) Hadi Ismoyo mengatakan, dirinya pesimistis target produksi minyak pada 2030 yang ditetapkan pemerintah itu bisa tercapai.
Apalagi, tren produksi minyak saat ini justru mengalami penurunan. Pada 2022 misalnya, berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), produksi minyak siap jual (lifting) tahun 2022 mencapai 612.300 bph, turun dari capaian lifting minyak pada 2021 yang sebesar 660.300 bph.
Realisasi lifting minyak pada 2022 tersebut juga tidak mencapai target yang dicanangkan sebesar 703.000 bph.
"Terus terang program 1 juta barel ini memang bagus, tapi semakin lama kok saya makin pesimis, sulit untuk capai 1 juta barel di 2030," ungkapnya seperti dikutip, Selasa (14/2/2023).
Menurutnya, ada tiga hal yang membuat target 1 juta barel minyak per hari pada 2030 sulit dicapai. Faktor pertama menurutnya yaitu mempertahankan tingkat produksi yang ada saat ini.
Dia menyebut, dengan mempertahankan blok migas yang ada saat ini, pihaknya memperkirakan jumlah produksi minyak pada 2030 hanya tinggal sekitar 200.000 barel per hari.
"Ada 3 hal yang perlu kita lihat, yang pertama adalah eksisting mempertahankan yang sudah ada. Mungkin 200 ribu saja sampai 2030," ucapnya.
Selanjutnya, Hadi mengatakan bahwa faktor lain yang menyebabkan target tersebut semakin jauh untuk dicapai adalah karena program EOR atau Enhanced Oil Recovery sebagai metode dalam mendorong peningkatan produksi minyak bumi dengan menginjeksikan sumber energi eksternal. Dia menilai program tersebut tidak berjalan dengan lancar.
"Yang kedua adalah EOR ini mandek. Tahun lalu, November, ada proposal dari K3S masuk ke K3S sambung malah ditolak, katanya kurang ini, itu, dan sebagainya. Sampai sekarang nggak jelas, mandek lagi. Padahal EOR adalah satu big bone meningkatkan produksi. Sampai saat ini saya nggak punya harapan, EOR ini karena mundur terus," tuturnya.
Kemudian, Hadi melanjutkan, faktor yang ketiga yakni lambatnya eksplorasi potensi migas yang sudah ditemukan. Dia mengatakan, eksplorasi membutuhkan waktu yang lama, tergantung dengan tingkat kesulitan yang dihadapi pada daerah masing-masing.
"Yang berikutnya adalah eksplorasi, kita butuh 200 ribu (barel) dikali 3 barel per day jatah asli eksplorasi. Kalo kita nggak speed up eksplorasi dan eksplorasi itu butuh waktu tadi sekitar 5, 10, 15 tahun tergantung kesulitannya," tambahnya.
Seperti diketahui, Indonesia diprediksikan akan kehabisan cadangan minyak dalam jangka waktu 10 tahun ke depan. Hal itu apabila, dalam waktu dekat ini Indonesia tidak bisa menemukan cadangan-cadangan minyak yang baru.
Oleh karena itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyatakan, pihaknya saat ini sedang berupaya untuk memompa peningkatan produksi minyak bumi di Indonesia.
Arifin mengatakan, setidaknya masih terdapat 6-7 area baru yang berpotensi dapat dikembangkan untuk peningkatan produksi migas nasional.
"Kalau kita gak punya yang baru dengan konsumsi yang sekarang ya 9-10 tahun (habis), tapi kita juga masih punya kurang lebih 6-7 potensi area baru yang bisa kita kembangin dan ini bisa juga meningkatkan kita punya," ujar dia.
Selain itu, pemerintah saat ini juga tengah mengharapkan tambahan produksi dari hasil kegiatan pengeboran sumur pengembangan di Blok Cepu maupun di Blok Rokan. Dengan begitu, tren penurunan produksi bisa ditekan. kbc10
Paling Banyak Dikeluhkan, Granostic Hadirkan Layanan Pain Management Center
Jelang Konggres XXV di Bandung, Inilah Harapan Ketua PWI Jatim Lutfil Hakim
Nilai Transaksi Kripto Menyusut pada Januari - Agustus 2023