Alamak! Gaji pekerja rerata hanya untuk bertahan sepekan

Rabu, 1 Maret 2023 | 07:41 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Pertumbuhan ekonomi nasional di tahun 2022 sebesar 5,3% menandakan belum pulihnya tingkat konsumsi masyarakat. Artinya,  pertumbuhan konsumsi lebih rendah yang dipengaruhi tingkat penghasilan masyarakat.

"Ini menunjukkan terjadi hal luar biasa yang menekan konsumsi kita turun.Faktor penurunan konsumsi, di samping peningkatan harga bahan bakar ialah para pekerja tidak punya cadangan dana yang cukup memenuhi kebutuhan ke depan," ujar Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad dalam diskusi publik 'Market survey: Earned Wage Access (EWA) di Indonesia', Jakarta, Selasa (28/2/2023).

Taufiq menjelaskan, salah satu faktornya adalah para pekerja atau masyarakat Indonesia tidak memiliki cadangan dana yang cukup untuk kebutuhan hari-hari ke depannya. Merujuk data GajiGesa, ucap Tauhid, rata-rata cadangan dana pekerja Indonesia hanya cukup selama tujuh hari ke depan.

Tauhid menyebut hal ini diperburuk dengan terbatasnya akses pekerja ke lembaga keuangan, terutama untuk kredit konsumsi. Menurut Tauhid, kondisi ini memberikan ruang kepada munculnya pinjaman online (pinjol) yang menawarkan kemudahan pinjaman kepada pekerja.

Namun mereka membebankan suku bunga yang begitu tinggi dibandingkan kredit konsumsi oleh perbankan. Dengan ini perlu ada terobosan bagaimana inovasi di bidang keuangan muncul.

Ketahanan keuangan menjadi pondasi agar para pekerja merasa aman, nyaman dan sejahtera, terutama pada industri-industri yang terpapar oleh masa resesi global. "EWA dapat solusi yang mungkin nanti bisa jadi jalan keluar agar pekerja jauh lebih nyaman dan sejahtera," terang Tauhid.

Tauhid menerangkan, EWA dapat menjadi terobosan yang dapat memberikan solusi dalam memperkuat ketahanan keuangan bagi para pekerja di tengah kondisi ketidakpastian ekonomi global. Dengan skema EWA, Tauhid menilai para pekerja bisa tetap memiliki fonfasi keuangan untuk memenuhi kebutuhan yang pada akhirnya meningkatkan konsumsi dalam negeri.

"Harapannya seberapa jauh potensi EWA bisa berkembang dan Indonesia bisa mengantisipasi kebutuhan konsumsi yang meningkat, apalagi banyak program pemerintah yang belum bisa dirasakan pekerja sehingga perlu ada inovasi yang lebih mandiri dalam mengantisipasi berbagai kebutuhan para pekerja," kata Tauhid.

Peneliti Center of Digital Economy and SME Indef Izzuddin AlFarras Adha mengatakan, data dari bank dunia tahun 2022 menunjukkan hanya 32,75% pekerja di Indonesia mampu menyediakan dana cadangan untuk kebutuhan tujuh hari ke depan.

Dia menerangkan, angka capaian ini lebih rendah dari pada rata-rata dunia yakni sebesar 40%. Bahkan lebih rendah dibandingkan dengan negara tetangga ASEAN, misalnya Malaysia sebesar 39,3%.

"Jelas lebih rendah dari pada Thailand, Myanmar. Bahkan Indonesia lebih rendah dari pada Kamboja.Artinya ini merupakan sebuah PR bagi Indonesia bagaimana caranya pekerja ini bisa memiliki dana cadangan lebih banyak lagi," ujar Izzudin.

Tak hanya itu, para pekerja di Indonesia memanfaatkan dana darurat mereka dari keluarganya ketika membutuhkan dana, yaitu sebesar 44,42%. Dana darurat yang dibutuhkan pekerja seperti, ketika terjadi kecelakaan, atau sesuatu yang fatal, sehingga membutuhkan dana darurat.

"Dari mana para pekerja mendapatkan sumber dananya? Ya dari keluarganya lalu selebihnya dari pekerjaan, tabungan, penjualan aset, perbankn. Tapi mayoritas mendapatkannya dari keluarga," terang dia.

Menurut survei kepada 385 responden di seluruh Indonesia, kebutuhan mendesak bagi para pekerja adalah kebutuhan terkait dengan keluarga sebesar 78,9% dan kesehatan sebesar 37,6%.

"Jadi memang soal-soal urusan keluarga dan kesehatan ini menjadi kebutuhan mendadak para pekeja," tutur Izzudin.

Wakil Sekretaris II Asosiasi Fintech Indonesia Firlie H. Ganinduto mengungkapkan, pada tahun 2022 industri Fintech atau Pinjaman Online (Pinjol) tumbuh subur.Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per akhir Desember 2022, outstanding pembiayaan tumbuh double digit yakni 71,09% atau sekitar Rp 1,2 triliun jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

"Jadi suatu angka yang signifikan dan keuangan digital ini juga membantu pemerintah dalam memberikan akses keuangan kepada masyarakat," kata Firlie.

Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) mencatat sejak 2018 hingga November 2022 lalu agregat penyaluran pendanaan mencapai Rp 495,51 triliun yang disalurkan oleh 990.000 pemberi pinajman kepada 93,15 juta penerima pinjaman.

"Pengeluaran daripada masyarakat, paling banyak ada di belanja makanan, kedua menabung, ketiga membayar tagihan listrik, sedekah, tagihan internet, dan lainnya," ujar Firlie.

Dia pun sepakat dampak dari adanya PHK bakal bisa menjadi ruang untuk bertumbuhnya pinjol ilegal.Mengingat kebutuhan masyarakat yang harus terpenuhi setiap harinya disamping hilangnya matapencaharian.

"Pinjol Ilegal ini juga bisa merajalela di lingkungan buruh, dan mereka sebagian juga masih kurang literasi dari menggunakan pinjol ini sehingga mereka terjerat Pinjol Ilegal," pungkasnya.kbc11

Bagikan artikel ini: