Harga beras masih mahal, Kementan sebut rantai distribusi belum efisien

Kamis, 13 April 2023 | 13:27 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Kementerian Pertanian (Kementan) tengah mengupayakan agar sentra penggilingan beras mempunyai gudang yang mampu menyimpan hasil panen petani sebagai salah satu upaya untuk menjaga kekuatan cadangan stok beras masyarakat.

"Saat ini, penggilingan itu in out-nya cepat karena mereka tidak punya gudang yang bisa bertahan 1-2 minggu. Kita sedang desain ada stok di penggilingan dan selama setahun in bisa tercapai stok masyarakat," kata Direktur PPHP Ditjen Tanaman Pangan Kementan Batara Siagian pada Forwatan yang dilaksanakan secara daring, Rabu (12/4/2023).

Berlangsung panen raya padi tahun 2023 ini ternyata tidak membuat harga beras berangsur normal.Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional mencatat, rerata harga beras kelas medium I, Kamis (14/4/2023), sebesar Rp 11.450 per kilogram (kg), turun dari Rabu (13/4/2023) sebesar Rp 11.850 per kg. Sementara harga beras kualitas super  Rp 14.550 per kg, turun dari Rabu (13/4/2023) Rp 14.800 per kg.

Merujuk data KSA BPS produksi padi Januari-April 2023 sebanyak 23,31 juta ton GKG dari luas pertanaman sekitar 4,37 juta hektar (ha). Artinya, akan ada surplus sekitar 3,22 juta ton beras, Batara menilai melalui pembentukan gudang beras di sentra penggilingan juga akan mampu menekan harga beras karena stok beras bisa didistribusikan secara bertahap sesuai kebutuhan.

Menurutnya, salah satu penyebab harga beras yang masih tinggi di tengah panen raya akibat stok beras di penggilingan padi yang berlebih di suatu titik akan dikirim ke daerah lain. Sehingga, besaran biaya distribusi dibebankan kepada harga akhir beras di tangan konsumen.

"Peredaran beras kita dari dulu polanya sama. Jadi, kalau ada panen raya, logistiknya tidak berhenti di situ. Padinya pindah ke provinsi lain, antar pulau, sehingga bisa saja tertahan seminggu 2 minggu sebelum di jual ke wilayah-wilayah tertentu yang mungkin juga kembali ke daerah panen itu.Ini yang membuat termasuk mahal," kata dia.

Selain itu, banyaknya sentra penggilingan yang sudah tidak bekerja sama dengan Bulog turut membuat pemerintah kesulitan memenuhi untuk memenuhi kebutukan stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang jumlahnya mencapai 2,4 juta ton.

"Perbedaan perilaku dari teman-teman penggilingan yang dulu sebagian bekerja sama dengan Bulog sekarang relatif membangun pasar sendiri, membuka pasar sendiri tanpa bekerja sama dengan Bulog dan pasar induk dan ini yang mungkin harus kita perdalam lagi nanti, kita cermati," terangnya.

Karena itu, Batara menilai perlunya intervensi dari pemerintah untuk memastikan peredaran beras masyarakat tidak menciptakan harga yang lebih tinggi karena adanya faktor pendistribusian. "Margin yang harusnya bisa diperoleh gabah itu dari titik tertentu tapi karena yang memenuhi adalah pihak lain dari wilayah lain yang telah mengeluarkan (biaya) transportasi," ujar Batara.

Dia menambahkan, ini salah satu perbaikan dengan Kementan  bagaimana meramu agar peredaran beras bisa dibatasi dengan kerja sama yang baik dengan daerah sentra-sentra. Adapun terkait pemenuhan kebutuhan beras masyarakat, dia memastikan bahwa stok cadangan beras dalam kondisi cukup. Bahkan stok beras yang masuk ke Pasar Induk Beras Cipinang terus meningkat.

Stok CBP per 11 April sekitar 292.000 ton ditambah stok ID FOO sekitar 200 ton. Dengan demikian, stok beras nasional sebanyak 492.000 ton, masih mencukupi kebutuhan nasional hingga Mei.

Sepeti diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memerintahkan menugaskan Bulog menggelontorkan bantuan beras sebanyak 10 kg kepada 21,3 juta keluarga penerima manfaat (KPM) dan diberikan selama 3 bulan. Sedangkan kebutuhan beras pemerintah per bulan sebanyak 213.000 ton untuk bansos dan 100.000 ton untuk kebutuhan program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP).

"Jadi selama tiga bulan, April, Mei, Juni kebutuhan beras untuk melaksanakan program pemerintah sebanyak 900.000 ton lebih," ujarnya.

Untuk menjaga ketersediaan stok CBP, Bapanas telah memerintahkan BULOG menyerap gabah hasil panen raya petani sesuai Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Saat ini HPP untuk Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani dari Rp 4.200/kg menjadi Rp 5.000/kg. "Saya tegaskan,BULOG harus menyerap gabah petani dengan harga HPP, tidak boleh di bawah HPP," kata dia.

Jika di lapangan ternyata harga gabah petani di atas HPP, menurut Ketut, justru menjadi keuntungan bagi petani dan BULOG sesuai kebijakan tidak boleh membeli di atas HPP. Namun demikian guna menutupi CBP, Ketut mengakui, pemerintah tidak bisa menunggu pengadaan dari dalam negeri. Sebab di beberapa wilayah, panen sudah mencapai 50-70%, tapi harga gabah masih di atas HPP. "Pemerintah terpaksa mengambil langkah pemenuhan dari luar negeri," katanya.

Pada Tahun 2023, pemerintah telah memutuskan untuk mengimpor sebanyak 2 juta ton beras. Namun sebanyak 500.000 ton akan didatangkan sebelum Lebaran. "Tatkala sudah terpenuhi di dalam negeri, sisa impor tidak dilakukan karena target yang dibebankan kepada BULOG 2,4 juta ton di tahun 2023. Minimal dan ending stoknya harus ada 1 juta ton," tuturnya.

Kementan, kata Batara, telah melakukan konsolidasi dengan penggilingan padi di daerah-daerah sentra produksi. Sebab, akhir dari padi itu adalah beras yang ada di penggilingan. Dari hasil konsolidasi ternyata  penggilingan telah membangun market sendiri tanpa melalui pasar induk atau kerja sama dengan BULOG.

"Ada perbedaan perilaku dari penggilingan. Jika dulunya sebagian bekerja sama dengan BULOG. Tapi kini mereka relatif membangun market sendiri tanpa melalui pasar induk atau melalui kerja sama dengan BULOG," kata dia.

Meski demikian, Kementan terus mendorong penggilingan padi untuk memenuhi beras terutama masyarakat, khususnya Ibukota Jakarta. "Kita sudah bertemu, merek (penggilingan padi) berkomitmen untuk mendorong itu," katanya.

Ketua Umum Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (PERPADI) Sutarto Alimoeso mengatakan, BULOG bisa optimal jika dilakukan kerjasama dengan penggilingan padi kecil. "Menurut pengalaman saya, kerja sama dengan penggilingan padi kecil pada dasarnya lebih mudah dibandingkan yang besar karena yang besar sudah memiliki pasarnya sendiri. Ini yang perlu menjadi perhatian kita semua," kata dia.

Dengan masih banyaknya hambatan seperti permodalan, akses pasar, kesulitan bahan bakar, kelangkaan benih unggul bermutu,serta pupuk, pemerintah perlu melakukan revitalisasi penggilingan padi kecil. "Itu masih sering terjadi di lapangan dan itu harus kita akui," ujar Sutarto.

Hitungan Sutarto, saat ini kapasitas penggilingan padi, baik kecil, sedang dan besar sudah jauh lebih tinggi ketimbang produksi padi setiap tahun. Apalagi berdasarkan data BPS, produksi padi tiap tahunnya berfluktuasi (naik-turun), tapi kecenderungannya turun. "Surplus beras kita makin turun. Ini jadi sebab stok beras kita, termasuk CBP makin kecil, sehingga mudah terjadi gejolak," katanya.

Data BPS, tahun 2018 surplus beras mencapai 4,37 juta ton, tahun 2019 surplusnya 2,38 juta ton, tahun 2020 sekitar 2,13 juta ton, tahun 2021 sebesar 1,31 juta ton dan tahun 2022 sebanyak 1,34 juta ton. "Puncak panen yang dulu bisa dua kali, sekarang ini cenderung hanya satu kali. Konversi lahan pertanian juga menjadi kendala peningkatan produksi padi," katanya.

Untuk itu dia berharap pemerintah mengatur kembali ijin mendiirkan industri beras. Bukan hanya itu, Sutarto menegaskan, pemerintah sebaiknya tidak lagi mengeluarkan izin pendirian penggilingan padi baru tanpa mempertimbangkan ketersediaan produksi gabah. "Langkah selanjutnya, perlu diimbangi dengan revitalisasi penggilingan padi kecil. Ke depan, harapannya, penggilingan padi besar bersinergi dengan penggilingan padi kecil meskipun tidak mudah," pungkasnya.kbc11

Bagikan artikel ini: