Kementerian ESDM Pertimbangkan Industri Mamin Peroleh Gas Murah
JAKARTA, kabarbisnis.com: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mempertimbangkan sektor industri makanan dan minuman (mamin) untuk bisa memperoleh harga gas murah atau penerima kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT).
"Kami masih mengevaluasi kebijakan ini. Mungkin kita akan perluas ke industri sejenisnya.Kita akan lihat industri-industrinya mana yang membutuhkan. Seperti makanan dan minuman, ya kita akan lihat juga pangan yang mana," kata Menteri ESDM Arifin Tasrif di Jakarta, Jumat (4/8/2023).
Salah satu sektor usaha yang akan menikmati harga gas murah dari pemerintah adalah industri makanan dan minuman (mamin). Mengacu pada Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 15 Tahun 2022 Tentang Tata Cara Penetapan Pengguna Gas Bumi Tertentu dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri, penetapan HGBT sebesar US$6 per juta metrik british thermal unit (million british thermal unit/mmbtu) baru diperuntukan untuk tujuh sektor industri. Diantaranya, industri pupuk, industri petrokimia, industri oleochemical, industri baja, industri keramik, industri kaca, dan industri sarung tangan karet.
Arifin menyebut, alasan industri mamin bakal menerima ketentuan harga gas khusus karena selama ini sektor usaha tersebut menjadi motor pertumbuhan industri pengolahan nonmigas dalam negeri. Dari data Kementerian Perindustrian, di tahun lalu, industri pengolahan nonmigas berkontribusi sebesar 16,48% terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional, di mana kontribusi terbesar berasal dari industri mamin dengan 38,35%.
Di 2022, industri mamin juga masuk dalam lima besar industri dengan kontribusi ekspor mencapai US$48,61 miliar. "Kalau mamin atau pangan itu kita lihat karena marginnya besar (mendapat HGBT) dan memang yang dikonsumsi utama oleh masyarakat," jelasnya.
Menteri ESDM menerangkan, evaluasi kebijakan HGBT yang tengah dilakukan disebabkan lesunya penyerapan gas oleh tujuh sektor usaha penerima harga gas murah. Di 2022, penyerapan HGBT dianggap belum optimal yakni baru 81,38% dari penetapan 1.253 billion bristh thermal unit per day (bbtud).
"Ini menjadi catatan kami, dari alokasi gas ke tujuh industri ternyata masih di bawah 85% penyerapan gasnya, belum optimal. Mungkin dengan perluasan (penerima HGBT) ini bisa memenuhi alokasi 100% penyerapan gas," ujar dia.
Selain itu, Arifin juga menyinggung pemerintah juga tengah mengevaluasi biaya produksi gas bumi agar harga jual ke industri lebih kompetitif. Sekaligus bisa mendongkrak daya tarik iklim investasi hulu gas.
Arifin juga mengakui pihaknya tengah mempelajari mengapa Malaysia dan beberapa negara di Asia Tenggara lainnya juga mampu menetapkan HGBT lebih murah ketimbang di Indonesia.Dalam hal ini, Malaysia dapat menetapkan harga gas mulai US$3 sampai 6 mmbtu.
Namun yang perlu dicatat, secara bisnis produksi migas di tiap lapangan berbeda. Itu juga turut mempengaruhi ongkos dan faktor lainnya. Menurut dia, luas wilayah Malaysia memang tidak terlalu besar. Ditambah adanya sumber gas dari wilayah Serawak yang dekat dengan Kalimantan Utara. "Kita sedang pelajari bagaimana bisa mengatur pada benchmark yang demikian," imbuhnya.
Tak hanya Malaysia, pemerintah juga mempelajari penetapan harga gas murah di negara tetangga lain. "Kita juga kaji Thailand, Vietnam kita akan kaji," pungkasnya. kbc11
Bos SIG Raih The Best CEO di Ajang Top BUMN Awards 2023
Siap-siap! Penyatuan NIK Jadi NPWP Berlaku Penuh Mulai Pertengahan 2024
SIG Raih Apresiasi Marketeer of the Year 2023
Domscorner Berdayakan UMKM hingga Warga Lokal via Marketplace Produk Fesyen
Ketua DK LPS: Transformasi dan Penambahan Mandat untuk Penguatan Peran dan Fungsi LPS