Disiapkan, Aturan Batas Atas Perdagangan di Bursa Karbon RI
JAKARTA, kabarbisnis.com: Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menyiapkan aturan baru mengenai perdagangan karbon di bursa karbon dalam negeri. Peraturan tersebut akan berisi tentang batas atas perdagangan yang dilakukan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana mengatakan, saat ini pihaknya sedang merumuskan batasan atas karbon untuk pembangkit. Dia mengatakan bahwa batasan atas untuk pembangkit listrik berbeda-beda sesuai dengan kapasitas masing-masing pembangkit.
"Kan ada beberapa kelas. Misalkan batasnya 1,05 kg co2/kwh dan dia lebih dari situ, maka dia harus menurunkan. Kalau lebih (dari batas atas), maka harus turunkan, dengan mencari dari PLTU di bawah dari batasan tadi, ini mekanismenya perdagangan," jelas Dadan di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, seperti dikutip Sabtu (30/9/2023).
Selain itu, Dadan juga mengatakan bahwa peluncuran mekanisme bursa karbon dalam negeri baru-baru ini sudah mulai diberlakukan di sektor ESDM. Sehingga pihaknya nantinya akan mendorong perdagangan karbon dari sektor energi dalam negeri.
"Sepertinya itu yang diminta kemarin itu (partisipasi bursa karbon). Kan yang sudah berjalan dari sektor ESDM itu. Jadi, bisa didorong nanti perdagangan karbon," tambahnya.
Sebelumnya, Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) mengungkapkan peluncuran Bursa Karbon Indonesia tidak terlalu berpengaruh bagi operasional perusahaan tambang maupun smelter.
Pasalnya, target utama dari diluncurkannya bursa karbon ini adalah untuk sektor transportasi dan pembangkit listrik. Hal tersebut diungkapkan oleh Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto.
"Saya kira kalau dari perusahaan tambang emisinya masih belum terlalu besar kalau dibandingkan power sector dan transportasi," kata Seto.
Hanya saja, lanjut Seto, saat ini perusahaan tambang dan smelter memang tengah berupaya untuk mengurangi penggunaan dari PLTU batu bara. Hal tersebut seiring dengan tuntutan buyer meminta produk yang dihasilkan dapat menggunakan energi yang lebih hijau.
"Kalau kita lihat banyak perusahaan tambang atau smelter yang sudah merencanakan mengurangi PLTU batu bara angkanya bisa mencapai 15% yang akan digantikan dengan solar panel dan wind power," kata dia.
Presiden RIÂ Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan potensi pasar bursa karbon Indonesia yang baru saja diluncurkan Selasa (26/09/2023) lalu bisa mencapai Rp 3.000 triliun.
"Menurut catatan saya ada kurang lebih 1 Giga Ton CO2 kredit karbon yang bisa ditangkap, dan jika dikalkulasi potensi bursa karbon kita bisa mencapai potensinya Rp 3.000 triliun bahkan bisa lebih," ujar Jokowi.
Menurutnya, ini merupakan sebuah angka yang sangat besar, dan akan menjadi menjadi kesempatan ekonomi baru yang berkelanjutan sejalan arah dunia yang menuju ekonomi hijau.
"Karena ancaman perubahan iklim sangat bisa kita rasakan dan sudah kita bisa rasakan kita tidak bisa main main ini. Naik suhu bumi, kekeringan, polusi sehingga dibutuhkan langkah kongkrit, dan bursa karbon bisa menjadi langkah konkrit untuk Indonesia mencapai target NDC," lanjut Jokowi.
Dirinya juga meminta standar karbon internasional sebagai rujukan manfaatkan teknologi untuk transaksi. Kedua harus ada target timeline baik pasar dalam maupun luar negeri segera masuk ke sana. kbc10
Gandeng Palang Merah Indonesia, KFC Indonesia Salurkan Dana Kemanusiaan Rp 1,5 Miliar Untuk Palestina
Sasar Kalangan Pebisnis Jawa Timur, OPPO Gelar OPPO International Skyport di Surabaya
Forum Kapasitas Nasional III 2023 Jakarta Bukukan Kontrak Senilai Rp 20,2 Triliun
Modena Home Center Hadir di Surabaya, Bawa Inovasi Smart Living Untuk Smart City
Awal Bulan Depan, Kominfo Bakal Terbitkan Aturan Soal AI