Memburu return investasi baru

Rabu, 24 Februari 2016 | 13:37 WIB ET

SETELAH mengalami perlambatan cukup parah tahun lalu, perekonomian Indonesia diprediksi akan mulai take-off tahun ini. Meski belum akan secepat pertumbuhan pada 2014, berbagai insentif yang dikeluarkan pemerintah diyakini akan mulai menggairahkan investasi tahun ini.  Saatnya investor berburu instrumen investasi paling kinclong untuk memburu return maksimal.

Sunoto (56) menyimak dengan serius penjelasan seorang Relationship Manager sebuah perusahaan manajemen investasi di sela seminar edukasi keuangan yang diselenggarakan sebuah bank berjaringan global di Surabaya pada akhir Januari 2016 lalu.

Pria yang sehari-hari menjalankan usaha jual beli bahan bangunan ini menanyakan perihal instrumen-instrumen investasi yang dirasa akan memberikan return cukup baik tahun ini. Selain memutar modal di bisnis bahan bangunan, Sunoto juga sejak beberapa tahun terakhir mengaku menanamkan sebagian modalnya untuk berinvestasi di pasar uang dan saham.

Tahun lalu, Sunoto dan banyak investor lain merasakan betul bagaimana perlambatan ekonomi langsung berpengaruh dalam instrumen investasinya. “Tahun lalu saya banyak tanam modal Reksadana saham, tapi kinerjanya tidak bagus. Tahun ini saya ingin cari instrumen lain yang returnnya cukup baik,” ujarnya.

Executive Director and Head of Wealth Management Standart Chartered Bank (SCB) Indonesia, Bambang Simarno, mengatakan, seiring melesunya pasar saham dan melemahnya nilai tukar mata uang rupiah tahun lalu, banyak instrumen investasi yang memebrikan return tidak sesuai dengan perkiraan. Bahkan beberapar instrumen investasi mencatat penurunan nilai aktiva bersih (NAB).

Tahun lalu, nasabah Standart Chartered Bank Indonesia khususnya yang masuk dalam kategori wealth management banyak menanamkan portofolio investasi mereka pada reksadana saham. Portofolio investasi ini menjanjikan return yang lebih baik dari instrumen investasi konvesional seperti deposito.

Meski demikian, kinerja pasar saham Indonesia yang lesu, dengan penurunan IHSG mencapai 14% tahun lalu, membuat banyak investor mulai meragukan instrumen reksadana saham.

“Beberapa tantangan dalam hal ekonomi masih akan terjadi di tahun 2016 ini seiring terjadinya siklus ekonomi Amerika Serikat yang berdampak kepada situasi ekonomi di negara-negara berkembang. Namun demikian kami optimis bahwa situasi ekonomi ini akan membaik, untuk itu kami mengajak para nasabah agar beradaptasi terhadap perubahan lansekap yang sedang terjadi dengan melakukan diversifikasi terhadap portfolio investasi mereka,” kata Bambang.

Nasabah Standart Chartered kini didorong untuk melirik portofolio investasi lain seperti reksadana pendapatan tetap dan obligasi ritel. Untuk obligasi ritel misalnya, SCB selalu ikut menjadi agen penjual obligasi ritel negara baik ORI maupun Sukuk Ritel.

“Tahun ini misalnya kami kembali ikut memasarkan Sukuk Ritel seri 008 yang baru saja diluncurkan pemerintah dan kupon imbal hasilnya cukup bagus. Ini juga bisa menjadi pilihan investasi yang menarik abgi nasabah kami,” paparnya.

Head of Investment Strategy and Advisory SCB Indonesia, Heng Yang, mengatakan meski tahun lalu return investasi tidak terlalu optimal karena ekonomi yang cenderung melambat, namun tahun ini perekonomian Indonesia diprediksi akan kembali rebound.

Head of Investment Strategy and Advisory Standart Chartered Bank Indonesia, Heng Yang, mengatakan meski tahun lalu return investasi tidak terlalu optimal karena ekonomi yang cenderung melambat, namun tahun ini perekonomian Indonesia diprediksi akan kembali rebound.

 “Banyak faktor baik internal maupun eksternal yang mendorong perekonomian Indonesia akan membaik kedepan. Kami memprediksi ekonomi Indonesia akan tumbuh di kisaran 5,2% pada tahun ini dan kembali meningkat menjadi 5,4% pada tahun depan. Inflasi akan berkisar 4,6% dan BI Rate masih ada kemungkinan untuk dipangkas kembali menjadi 6,75% sampai akhir tahun,” paparnya.

Selain itu, investasi diprediksi akan membaik seiring belanja pemerintah di sektor infrastruktur yang meningkat tahun ini. Faktor-faktor inilah yang akan meyakinkan investor untuk tetap berinvestasi di Indonesia.

Standart Chartered Bank sendiri memiliki banyak portofolio investasi dengan profil resiko yang beragam. Untuk produk reksadana saja, Stanchart memiliki sedikitnya 50 produk dari 9 perusahaan Asset Management yang menjadi mitranya. Disamping itu juga ada sekitar 20 produk asuransi dari perusahaan mitra.

Pilihan Investasi Lebih Beragam

Senada dengan Standart Chartered Indonesia, perusahaan manajer investasi PT Schroder Investment Management Indonesia (Schroders Indonesia) juga akan menawarkan lebih banyak pilihan investasi bagi nasabahnya.

Di awal tahun ini misalnya, Schroders Indonesia barus aja meluncurkan produk baru reksadana saham global, Schroder Global Sharia Equity Fund. Reksadana dalam mata uang Dollar AS ini merupakan reksadana saham global pertama yang diluncurkan oleh perseroan setelah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan Peraturan OJK No. 19/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan Reksa Dana Syariah pada November 2015 lalu.

Presiden Direktur Schroder Indonesia Michael Tjoajadi mengatakan Schroder Global Sharia Equity Fund ini bisa menjadi alternatif investasi bagi nasabah Schroders yang menginginkan reksadana dalam mata uang asing serta sesuai prinsip syariah.

 “Sejak dikeluarkannya peraturan OJK tentang persyaratan reksadana syariah akhir tahun lalu, kami memutuskan untuk mengeluarkan produk yang sesuai karena ini merupakan alternatif bagi nasabah yang ingin melakukan diversivikasi pada portofolio investasinya,” katanya.

Schroders sendiri akan berpatokan pada Dow Jones Islamic Market Index dan siap untuk berinvestasi pada efek syariah yang diperdagangkan di seluruh dunia. Tjoajadi mengatakan dalam 5 tahun terakhir, Dow Jones Islamic Market Index mampu tumbuh hingga rata-rata 6% per tahun.

 “Memang ada naik turun, seperti tahun lalu yang minus. Namun secara umum kami melihat dalam 5 tahun belakangan bisa bertumbuh 6% per tahun. Kami berharap bisa memberikan return sekitar itu juga, namun jika tidak, separonya saja sudah dangat bagus untuk investor dimana rata-rata deposito dalam USD returnnya hanya sekitar 0,5% per tahun,” paparnya.

Selain rekasadana berbasis syariah, Schroders Indonesia juga akan meluncurkan instrumen-instrumen lain untuk memenuhi kebutuhan diversifikasi investasi nasabahnya. Untuk produk reksadana saja, Schroders Indonesia sudah punya 25 produk yang akan bertambah 5 produk lagi tahun ini. kbc8

Bagikan artikel ini: