Keberadaan Premium dinilai makin tidak relevan

Selasa, 4 Oktober 2016 | 15:59 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Terus berkurangnya konsumsi bensin beroktan rendah, premium RON 88, menunjukkan bahwa jenis bahan bakar minyak (BBM) ini makin tidak relevan.Selain sudah tak lagi disubsidi, jenis bahan bakar ini pun tak lagi sesuai tuntutan mesin-mesin kendaraan bermotor saat ini.

"Tuntutan teknologi ke depan memang mendorong masyarakat untuk memilih gasoline dengan RON 90, 92 dan 95 dan perlahan meninggalkan premium RON88," kata Komisoner Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) Ibrahim Hasyim dalam keterangannya, Selasa (4/9/2016).

Selain itu, masyarakat juga kini lebih memilih bensin beroktan tinggi karena harganya yang tidak terlalu jauh dengan premium. Premium, imbuh Ibrahim, juga tidak lagi disubsidi pemerintah sehingga tidak lagi berpengaruh terhadap anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

"Jadi, jika saat ini masih ada yang mengonsumsi premium, bisa jadi karena sedikit lebih murah. Bisa juga karena ketersediaannya yang lebih luas. Di wilayah tertentu, misalnya, nelayan pakai premium," tuturnya.

Harga premium yang saat ini diatur pemerintah hingga akhir 2016 akan tetap dibanderol Rp 6.450-6.550 per liter untuk wilayah di luar Jawa, Madura, dan Bali (Jamali) dan Jamali. Dengan begitu, harga premium tidak berselisih jauh dengan pertalite yang dijual PT Pertamina (Persero) seharga Rp 6.900 per liter dan pertamax Rp 7.350 per liter.

Berdasarkan data Pertamina hingga 20 September 2016 konsumsi premium makin menyusut. Dalam kurun waktu kurang dari tiga bulan konsumsi premium turun 28,75%.

Sebaliknya, konsumsi pertalite dan pertamax makin besar. Bahkan, konsumsi harian pertalite dari 1 hingga 20 September 2016 melonjak 282% dibanding semester I/2016.

Sebaliknya, rata-rata konsumsi premium hingga 20 September 2016 tinggal 50.000 kiloliter (kl) per hari, dibanding rata-rata konsumsi sepanjang semester I/2016 sebesar 70.183 kl per hari. Terkait dengan itu Pertamina telah meminta pemerintah menentukan rencana konkret penyaluran premium.

"Kami sudah memberi data kepada pemerintah. Harus jelas peruntukan premium ini," ungkap Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro.

Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan Pasaribu mengatakan tren penurunan premium positif. Pilihan masyarakat yang beralih mengonsumsi bahan bakar yang lebih berkualitas menurutnya menunjukkan  masyarakat makin bijak dalam menentukan pilihan.

"Jadi, secara perlahan premium memang harus dikurangi peredarannya, tapi itu memang perlu keputusan politis, kendati sesungguhnya premium itu tidak lagi disubsidi," pungkasnya.kbc11

Bagikan artikel ini: