Aneh, regulasi pemerintah justru jadi penghambat pengembangan energi terbarukan
JAKARTA, kabarbisnis.com: Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No 12 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik berpotensi menjadi disinsentif bagi investasi pengembangan listrik dari energi baru dan terbarukan (EBT).
Ekonom ReforMiner Institue Pri Agung Rakhmanto menilai permen tersebut secara makro tampak seperti antiklimas dari keberpihakan pemerintah terhadap pengembangan EBT. Mengacu pada politik penganggaran Kementerian KESDM dalam beberapa tahun terakhir, keberpihakan pemerintah terhadap pengembangan EBT sudah dapat dilihat. Berdasarkan anggaran KESDM dan realisasinya pada 2015 dan 2016, diketahui alokasi anggaran untuk Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE) Kementerian ESDM selalu meningkat dan tercatat merupakan yang terbesar kedua setelah Ditjen Migas.
"Untuk tahun anggaran 2017, meski turun sedikit, anggaran yang dialokasikan untuk Ditjen EBTKE masih tetap yang terbesar kedua setelah Ditjen Migas. Dari total pagu anggaran Rp 7,3 triliun, 19,3%-nya dialokasikan untuk Ditjen ETBKE, sedangkan Ditjen Migas 36,8%,” ujar Pri di Jakarta, Senin (27/3/2017).
Selama tujuh tahun terakhir (2010-2016) produksi EBT rata-rata naik 9,9% setiap tahunnya. Produksi EBT sebagian besar berasal dari tenaga air, panas bumi, dan bioenergi. “Realisasi pengembangan EBT tersebut sebagian besar merupakan hasil dari pengusahaan listrik EBT,” katanya.
Pri Agung mengatakan, bagi pemerintah, terbitnya permen ini tampaknya dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi biaya produksi bagi pelaku usaha Pengembang Pembangkit Listrik (PPL) tenaga EBT sehingga diharapkan menghasilkan harga listrik yang kompetitif. Selain itu, permen ini juga merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mengurai permasalahan harga listrik EBT yang dipandang terlalu mahal sehingga selama ini tidak dapat diserap PT PLN (Persero).
Menurut Pri Agung persoalan harga listrik EBT sebenarnya telah banyak diatur pemerintah sebelumnya, di antaranya melalui sejumlah regulasi seperti Permen ESDM No19 Tahun 2015, Permen ESDM No44 Tahun 2016, Permen ESDM No19 Tahun 2016 dan Permen ESDM No 21 Tahun 2016. Namun, Permen No 12 Tahun 2017 secara substansi berbeda dengan beleid sebelumnya, terutama terletak pada ketentuan pembelian tenaga listrik dengan menggunakan harga patokan seperti yang terdapat pada pasal 5 tentang harga pembelian tenaga listrik dengan menggunakan harga patokan seperti yang terdapat pada pasal 5 tentang harga pembelian listrik PLTS fotovolataik. kbc11
Gandeng Palang Merah Indonesia, KFC Indonesia Salurkan Dana Kemanusiaan Rp 1,5 Miliar Untuk Palestina
Sasar Kalangan Pebisnis Jawa Timur, OPPO Gelar OPPO International Skyport di Surabaya
Forum Kapasitas Nasional III 2023 Jakarta Bukukan Kontrak Senilai Rp 20,2 Triliun
Modena Home Center Hadir di Surabaya, Bawa Inovasi Smart Living Untuk Smart City
Awal Bulan Depan, Kominfo Bakal Terbitkan Aturan Soal AI