Penyesuaian TDL lengkapi beban pebisnis jelang Ramadan

Senin, 15 Mei 2017 | 06:50 WIB ET

RENCANA pemerintah melakukan penyesuaian tarif listrik  pada 1 Juni 2017 mendatang kian membebani masyarakat, termasuk pelaku usaha. Memang, aturan yang mengacu pada Permen ESDM Nomor 18 Tahun 2017 itu belum bisa dipastikan akan membuat tarif listrik naik, namun jika melihat trennya, besar kemungkinan penyesuaiannya akan ke atas, bukan ke bawah (menurun).

Pelaku usaha sendiri menjelang dan selama Ramadan sudah harus dibebani dengan kenaikan harga-harga barang, selain juga persiapan menambah biaya untuk memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada karyawannya.

Sekadar diketahui, Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN I Made Suprateka menyatakan, penyesuaian ini belum pasti membuat tarif dasar listrik naik. Made menyebutkan ada tiga komponen yang menjadi pertimbangan besaran penyesuaian tarif, yakni inflasi, harga minyak mentah Indonesia (ICP), dan nilai tukar rupiah terhadap dolar.

Terkait inflasi, kata Made, meski Juni diprediksi terjadi inflasi mengingat masa Lebaran tiba, ia meyakini nilainya tidak akan signifikan.

“Insya Allah akan terukur karena ada kontrol ke pasar-pasar. Kementerian lain yang terkait juga sudah bergerak. Nah, moga-moga lonjakan kebutuhan pokok tidak terjadi,” kata Made.

Made juga menyebut nilai tukar rupiah terhadap dolar saat ini relatif stabil. Yang dikhawatirkan, terletak pada harga minyak mentah Indonesia.

“Harga ICP trennya naik. Kalau signifikan kenaikannya, itu bisa berpengaruh ke kita (tarif dasar listrik). Tapi, kalau pemerintah bisa kontrol dengan baik, insyaallah indikasi kenaikan tidak ada,” tutur dia.

Meski begitu, ia menegaskan penentuan tarif dasar listrik diputuskan pemerintah dan bukan PLN. Ia juga mengingatkan penyesuaian tarif diperlukan untuk menopang kemajuan industri di dalam negeri yang diwujudkan dengan pembangunan infrastruktur listrik yang memadai.“Jadi, tanggal 1 Juni ada penyesuaian tarif tapi belum tentu naik. Kalau turun gimana?” ujar Made.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), Adhi S Lukman, mengatakan untuk industri makanan dan minuman, komponen energi termasuk listrik merupakan 8% hingga 10% dari total biaya produksi.

“Dengan adanya kenaikan TDL, secara otomatis akan menyebabkan kenaikan pada harga pokok. Selain itu, supplier-supplier juga akan menaikkan harga, seperti supplier kemasan dan supplier bahan tambahan pangan dan ujung-ujungnya, konsumen yang akan menanggung harga yang sangat tinggi,” katanya.

Apalagi, lanjut dia, setiap menjelang Ramadan dan Lebaran, beban hampir semua masyarakat bertambah, karena harga barang rata-rata mengalami kenaikan. "Kalau bicara dunia usaha dan harga, tentu kita semakin berat. Apalagi hari ini neraca perdagangan kita sudah minus, jadi dengan adanya kenaikan, tentu tidak seimbang dan pemerintah juga akan bingung," jelasnya.

Idealnya, kata Latunreng, pemerintah harus pintar melihat moment. Karena menaikkan tarif dasar listrik dilakukan menjelang Ramadan. Dimana, bahan pokok dan makanan akan naik. "Nah kalau sudah begini tentu yang disalahkan pengusaha. Pengusaha selalu dikambing hitamkan," paparnya.

Wajar saja masyarakat dan kalangan pelaku usaha merasa keberatan dengan rencana penyesuaian tarif listrik di masa-masa awal bulan Ramadan.

Kenaikan TDL, meskipun dilakukan bertahap pada Tahun 2017, namun praktis tidak banyak perubahan kebijakan mitigasi yang berarti dari Pemerintah dalam sektor kelistrikan bagi konsumen akhir (end user). Sehingga pada akhirnya kenaikan sangat terasa berat.

Rencana kenaikan TDL harus diimbangi dengan skema atau solusi untuk meminimalisir dampak negatifnya terutama di bidang industri yang dapat berdampak pada terjadinya pemutusan hubungan kerja, karena sejatinya PHK juga rentan menimbulkan persoalan politik dan ekonomi menjelang Pilpres. Di samping itu, rencana kenaikan TDL juga harus memperhatikan daya beli masyarakat umum atau konsumen rumah tangga, karena kekecewaan terhadap kinerja PLN seiring dengan kenaikan TDL juga rawan menimbulkan aksi-aksi sepihak yang merusak harmoni sosial dan mengganggu kamtibmas. Semoga menjelang Ramadan ini tidak ada gejolak di masyarakat, dan mereka bisa dengan gembira menyambut bulan penuh rahmat dan berkah ini. (didik sutrisno)

Bagikan artikel ini: