Upaya pemerintah genjot kunjungan wisman belum angkat okupansi hotel

Senin, 24 Juli 2017 | 08:31 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Pemerintah memang tengah mendorong masuknya wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia. Tahun ini, Kementerian Perhubungan menargetkan ada 20 juta kunjungan wisatawan luar negeri masuk ke Indonesia lewat ekspansi rute internasional.

Namun demikian, langkah tersebut belum mampu mengangkat tingkat keterisian (okupansi) di industri hotel Tanah Air.

Ketua Umum Persatuan Hotel dan Restauran Indonesia (PHRI) Haryadi Sukamdani menyatakan, kebijakan tersebut memang memberikan kontribusi bertambahnya wisatawan asing. Misalnya saja, peningkatan yang terasa yakni pada hotel di Manado, Sulawesi Utara.

"Namun, untuk di Jakarta dan Bali belum begitu terasa, karena jumlah kamar agak over. Jadi belum terasa peningkatan okupansinya," terang Haryadi akhir pekan lalu.

Perkembangan ekonomi berbagi juga menekan langsung pada industri perhotelan. Haryadi mengungkapkan tren Airbnb alias pasar daring atau penginapan rumahan sejawat, memungkinkan pelancong menggunakan sistem ini. "Misalnya, orang punya apartemen kosong dan kemudian bisa disewakan," lanjutnya.

Selain itu, upaya pemerintah memangkas anggaran dan akomodasi nampak masih menekan pendapatan industri ini. Pasalnya, tren pemerintah menggunakan fasilitas hotel tak banyak bergeliat. Banyaknya hari libur juga memberikan pengaruh, terutama pada hotel yang ada di kota besar.

"Ini nampak dari semester 1-2017, tingkat okupansinya lebih rendah dari periode serupa tahun lalu," tambahnya.

Haryadi melanjutkan, penurunan tingkat okupansi semester 1-2017 itu secara nasional masih dibawah 5%-10% (YoY) dibandingkan dengan jumlah okupansi pada semester 1-2016. Peningkatan hanya terjadi pada daerah tertentu saja. Sehingga tidak begitu nampak secara keseluruhan. Misalnya saja tamu dari kerajaan Arab Saudi di Bali. Akan menambah jumlah pemakai hotel di Bali.

Namun, secara historis, industri perhotelan diprediksi akan mereguk pertumbuhan okupansi yang lebih pada semester II-2017. Sebab bulan Juli dan Agustus merupakan masa-masa libur bagi wisatawan asing.

Ia optimistis bila pertumbuhan pada semester II-2017 bisa lebih tinggi ketimbang pertumbuhan okupansi pada semester 1-2017. Selain itu, secara year to year (YoY), angka pertumbuhan okupansi tersebut bisa di atas 5%-10% dibandingkan dengan semester II-2016.

Secara tahunan, meski semester dua tahun ini akan ada pertumbuhan, menurutnya tidak cukup menggairahkan bila diakumulasi dengan semester 1-2017. "Kalaupun ada pertambahan, pertumbuhan tidak lebih dari 5%, karena sudah kalah di semester satu," sahutnya. kbc10

Bagikan artikel ini: