Pengamat ingatkan bahaya penjualan BUMN

Senin, 9 Oktober 2017 | 09:54 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Wacana pemerintah untuk menjual atau menggabungkan anak dan cucu Badan Usaha Milik Negara (BUMN ) dianggap sebagai langkah yang tak tepat. Alasan dasar untuk menjual BUMN yang mendominasi perekomian dinilai salah.

Pengamat BUMN , Said Didu menyatakan, anggapan dominasi yang dilakukan BUMN merupakan hal yang salah. Menurutnya, jumlah BUMN di Tanah Air masih jauh lebih sedikit ketimbang dominasi konglomerat.

Dia mempunyai data bahwa terbukti jumlah BUMN di sejumlah sektor masih jauh lebih sedikit ketimbang dominasi konglomerasi swasta.

Dalam bidang konstruksi, hanya ada tujuh BUMN ketimbang ribuan kontraktor swasta.

Di perbankan, aset Himbara hanya 24% dari seluruh aset perbankan, lalu di sektor perhubungan udara pun, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk hanya 39% dari jumlah pangsa pasar yang ada.

Di sektor listrik, PLN hanya 31% dan sisanya dikuasai swasta. "Jadi asumsi dasar untuk menjual BUMN itu menurut saya adalah jump conclusion, saya tidak bisa menerima alasan seakan BUMN sudah mendominasi perekonomian," kata Said Didu, baru-baru ini.

Didu menegaskan, penjualan BUMN merupakan urutan terakhir dalam melakukan pembenahan.

Jika mau melakukan perbaikan, pemerintah bisa melakukan revitalisasi, kemudian restrukturisasi termasuk pembentukan holding, lalu merger, kemudian akuisisi, baru likuidasi atawa penjualan.

Dia juga menjelaskan, jika pemerintah menjual BUMN yang merugi, pasar tak akan mau membelinya. Namun jika pemerintah menjual BUMN yang menguntungkan, pasar penjualan tersebut akan didominasi asing.

"Rencana penjualan itu maksudnya agar dikuasain asing? Saya sangat was-was ini seakan ada langkah sistemik untuk mengurangi ataupun mengambil alih BUMN secara radikal," tegas dia. kbc10

Bagikan artikel ini: