Menengok strategi bisnis anyar WIKA Gedung

Rabu, 1 November 2017 | 11:34 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: PT Wijaya Karya Bangunan Gedung akan memperkuat lini bisnisnya selain konstruksi gedung. Perseroan akan meluncurkan produk modular bertepatan dengan topping off proyek Tamansari Urbano di Bekasi.

“Urbano sudah sold out. Urbano adalah produk Wika Gedung dengan konsep Transit Oriented Development (TOD) yang pertama kali dan sukses. Sedangkan modular adalah produk perseroan sebagai jawaban untuk memenuhi kebutuhan pelanggan atas konstruksi gedung yang cepat dan bermutu,” jelas manajemen Wika Gedung, Selasa (31/10).

TOD adalah konsep pengembangan kawasan untuk aktivitas manusia yang berpusat pada transportasi massal. Sementara modular adalah metode konstruksi secara off site dan industri. Tahun ini, Wika Gedung memproyeksikan kapasitas produksi modular sebanyak delapan unit per hari.

Selanjutnya, pada 2018, kapasitas produksi akan ditingkatkan menjadi 25 unit per hari. Kapasitas tersebut akan dipertahankan pada 2019 dan 2020.

Adapun target pendapatan dari produk modular pada 2017 sebesar Rp 35 miliar. Selanjutnya, pada 2018, diproyeksikan naik menjadi Rp 70 miliar. Pada 2019 dan 2020 ditargetkan naik masing-masing menjadi Rp 140 miliar dan Rp 250 miliar.

Untuk itu, perseroan mengalokasikan 20% dana hasil penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) saham untuk memperkuat bisnis gedung pada lini bisnis geoteknis sebagai tambahan lini precast yang sudah ada. Perseroan akan membuat JV dengan perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi sistem modular, PT Prime Modular Indonesia.

Wika Gedung menargetkan perolehan dana IPO sebesar Rp 832 miliar hingga Rp 1,3 triliun. Anak usaha PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) tersebut menawarkan sebanyak 2,87 miliar saham atau setara 30%, dengan kisaran harga Rp 290-456 per saham.

Jika penawaran tersebut terjadi kelebihan permintaan (oversubscribe), Wika Gedung akan menaikkan porsi saham publik menjadi 40%. Dengan begitu, perseroan berpeluang meraih dana sebesar Rp 3,2-5,9 triliun dari IPO.

Direktur Wika Gedung Nur Al Fata mengatakan, sebesar 70% dana hasil IPO akan digunakan investasi dan konsesi. “Dari alokasi tersebut, sebesar 40% di antaranya akan dipakai untuk penyediaan ruang dalam bentuk perusahaan patungan (joint venture/JV) pada infrastruktur perkotaan. Adapun 30%-nya untuk modal kerja,” kata dia.

Penyediaan ruang itu dilakukan dengan cara mengelola lahan milik pemerintah, instansi pemerintah, atau badan usaha milik negara (BUMN) yang berkaitan dengan pembangunan infrastruktur perkotaan atau infrastruktur sosial.

Sementara itu, sebesar 10% dari perolehan dana IPO akan digunakan untuk investasi alat produksi dan pengembangan teknologi informasi. Selain itu, 30% dana IPO akan dipakai sebagai modal kerja perusahaan.

Hingga Oktober 2017, perseroan mencatat perolehan kontrak baru senilai Rp 5,89 triliun atau 79,6% dari proyeksi akhir tahun ini sebesar Rp 7,4 triliun. Kontrak tersebut terdiri atas 49% proyek pemerintah dan BUMN, serta 51% proyek milik swasta. kbc2

Bagikan artikel ini: