Rupiah melemah, industri farmasi mulai tergencet kenaikan harga bahan baku

Senin, 8 Oktober 2018 | 08:26 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Menguatnya kurs dollar Amerika Serikta (AS) terhadap rupiah menjadi satu kendala bagi industri farmasi. Sebab produsen obat-obatan tersebut mengandalkan hampir 90% kebutuhan belanja bahan bakunya dengan dolar alias impor.

Ketua Litbang GP Farmasi Indonesia, Vincent Harijanto tak menampik bahwa industri tengah menghadapi lonjakan harga bahan baku. Yang ternyata, kata Vincent, selain disebabkan fluktuasi kurs juga pengaruh industri secara global.

Ia menjelaskan, Industri manufaktur bahan baku di China berhadapan dengan regulasi lingkungan yang baru, sehingga harus memindahkan pabriknya. Hal tersebut jadi faktor harga turut naik karena cost pabrikan di negeri tirai bambu turut meningkat. Bagi industri farmasi tanah air, hal ini menjadi tantangan untuk tetap meraih untung. Menurut Vincent ada beberapa strategi yang bisa pabrikan terapkan.

"Selama masih bisa subsidi silang terhadap penggunaan bahan baku pada produk, tentu harga masih bisa tetap," ujar Vincent, Minggu (7/9/2018).

Jenis obat yang beragam, mulai dari komposisi bahan bakunya dan jenisnya yang generik atau obat bebas (over the counter/OTC) membuat produsen harus pintar berinovasi.

Lalu, kalau harga produksi masih sulit ditekan tentunya kata Vincent opsi menaikkan harga produk dipandang perlu. Hanya saja, opsi ini tidak bisa langsung diterapkan ke semua jenis obat apalagi yang sudah menjadi program JKN.

"Obat (generik) yang handle sistem lelang LKPP, mereka tentu beli yang ditawarkan dengan harga paling murah," sebut Vincent. Adapun bagi GP Farmasi yang lebih penting selain harga ialah pembayaran tender obat tersebut. kbc10

Bagikan artikel ini: