Digitalisasi bikin 800 ribu pekerja terancam nganggur

Senin, 26 November 2018 | 13:48 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Revolusi industri 4.0 bukan hanya menghadirkan peluang, tapi juga tantangan. Pasalnya revolusi yang berbasis digital tersebut secara langsung mengancam sejumlah pekerjaan akibat rontoknya berbagai perusahaan sebagai dampak otomatisasi dan digitalisasi. Jumlah pekerjaan terdampak tidak main-main.

Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) memperkirakan 75 juta hingga 375 juta pekerjaan hilang. Prediksi banyaknya pekerjaan terancam otomatisasi dan digitalisasi juga telah disampaikan Mckinsey Global Institute.

Dalam studi terbarunya lembaga itu bahkan memperkirakan sekitar 800 juta pekerja di seluruh dunia akan kehilangan pekerjaan pada 2030. Sebelumnya World Economic Forum September lalu merilis laporan bertajuk Future of Jobs Report 2018.

Dilaporkan beberapa pekerjaan diperkirakan akan menjadi tidak dibutuhkan dan akan digantikan dengan profesi baru pada 2022 nanti dan karier baru yang dibutuhkan.

Beberapa pekerjaan dimaksud antara lain, input data/data entri akan digantikan dengandata analyst/scientist, akunting dan payroll diperkirakan digantikan AI (kecerdasan buatan) dan machine learning specialist, dan perakitan serta pekerja pabrik akan diganti analis data spesialis.

“Karena itu sejak jauh-jauh hari kami mengingatkan agar generasi muda kita siap menghadapinya. Jika generasi Indonesia siap, ancaman kehilangan berbagai sektor pekerjaan tersebut berubah menjadi peluang menciptakan berbagai lapangan kerja baru, khususnya berbasis digital,” kata Kepala Biro Perencanaan Kemenristek Dikti Dr Erry Ricardo Nurzal pada seminar Revolusi Industri 4.0: Integrasi Keilmuan dan Kesiapan Teknologi kemarin di Uhamka Jakarta.

Dia menandaskan, di era revolusi industri 4.0 ini, segala sesuatu digantikan oleh mesin yang saling terhubung dan berkomunikasi satu sama lain dan membuat banyak pekerjaan tidak lagi membutuhkan tenaga dan otak manusia.

Kecerdasan buatan (artificial intelligence /AI), menurut dia, mulai menggantikan daya pikir manusia, termasuk dalam hal pengambilan keputusan. Sebagai contoh, di dunia perbankan, mesin mulai menggantikan daya analisis manusia ketika harus memberikan keputusan dalam soal pemberian pinjaman kepada suatu perusahaan dengan melihat data dan rekam jejaknya selama ini.

“Hanya daya kreativitas yang belum bisa digantikan mesin. Karena itu generasi milenial harus kreatif jika tidak ingin tertinggal di era ini,” katanya.

Di sisi lain, pada era revolusi industri 4.0, menurutnya, muncul fenomena orang-orang muda yang tidak lagi bekerja di kantor dengan waktu yang ketat, tetapi bekerja dengan peralatan digitalnya di mana saja dan kapan saja sambil menghasilkan banyak uang.

“Ini sudah terjadi di Amerika, Eropa, Asia, dan berbagai negara, termasuk Indonesia,” katanya. Dekan Fakultas Teknik Uhamka Dr Sugema mengatakan, revolusi industri 4.0 mulai mengalami puncaknya sekarang.

Itu ditandai dengan tren otomatisasi dan lahirnya teknologi digital yang berdampak pada kehidupan manusia di seluruh dunia. “Kami ingin para mahasiswa tercerahkan dan termotivasi agar mereka siap menghadapi tantangan dan mampu beradaptasi dalam era disrupsi ini,” katanya.

Sebelumnya Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri beberapa waktu menegaskan tekadnya bahwa tenaga kerja terampil Indonesia harus bertambah dalam rangka menghadapi revolusi industri 4.0. kbc10

Bagikan artikel ini: