Bisnis e-commerce diyakini kian kinclong di tahun ini

Jum'at, 25 Januari 2019 | 22:59 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Industri perdagangan online (e-commerce) di Indonesia diyakini semakin menjanjikan di 2019. Berdasarkan prediksi McKinsey, pertumbuhan e-commerce di Indonesia dapat meningkat hingga delapan kali lipat, dari total belanja online sebesar USD8 miliar di 2017 menjadi USD55-USD65 miliar di 2020. 

McKinsey juga memprediksi penetrasi belanja online masyarakat Indonesia dapat meningkat menjadi 83% dari total pengguna internet, atau meningkat sekitar 9% dibanding penetrasi belanja online di 2017.

Country Head of ShopBack Indonesia, Indra Yonathan melihat industri e-commerce di Indonesia pada 2019 akan semakin terarah dan semakin berkembang. Tahun ini pelaku e-commerce diprediksi semakin gencar menghadirkan inovasi untuk menggaet konsumen baru dan mempertahankan konsumen lama. Perang promo potongan harga serta promo lainnya akan tetap mewarnai e-commerce 2019. 

"Selain itu, gamifikasi pada aplikasi e-commerce pun digadang-gadang akan semakin banyak bermunculan untuk meningkatkan daily active users (DAU) platform e-commerce tersebut," ujar Indra di Jakarta, Jumat (25/1/2019).

Yonathan juga menyebutkan tentang aturan pajak ecommerce yang dikeluarkan Kementerian Keuangan atau PMK-210 akan efektif pada 1 April mendatang. Aturan ini diakuinya masih mendatangkan pro-kontra bagi para pelaku e-commerce. "Namun, jika ini disosialisasikan dengan baik dan diterapkan secara adil, tentu akan memperjelas laju industri e-commerce di Indonesia," ujarnya.

Sementara itu, sebagai platform aggregator e-commerce, ShopBack juga melihat tren dalam perdagangan digital di Indonesia pada tahun ini. Transaksi melalui perangkat mobile diyakini akan terus meningkat. Indonesia merupakan negara mobile-first dimana lebih dari 94% masyarakat yang terkoneksi, mengakses internet melalui perangkat smartphone. 

Rata-rata masyarakat menghabiskan 4 jam untuk mengakses internet melalui perangkat mobile. Bahkan, 68% dari masyarakat yang terkoneksi tersebut merupakan online shopper, yang menggunakan perangkat mobile/smartphone untuk mencari produk yang diinginkan.

"Data dari transaksi kami menunjukkan aplikasi mobile menyumbang 75% volume pemesanan secara online. Hal ini bukti masyarakat mengandalkan perangkat mobile tidak hanya dalam bersosial media tetapi juga untuk transaksi online," tambahnya.

Tren lainnya, penjualan dari medsos akan cenderung menurun. Perlahan pelaku UMKM yang berjualan di platform sosial media mulai merambah dan masuk ke dalam platform e-commerce. Nilai jual produk lokal yang cukup tinggi pada Harbolnas tahun lalu, membuat UMKM optimis dapat mengembangkan usahanya jika bergabung dengan platform e-commerce. 

"Selain itu, kemudahan pendataan pemesan serta marketing budget secara tidak langsung diberikan platform e-commerce. Ini menjadi alasan UMKM mulai mencoba bergabung di platform e-commerce," kata Yonathan.

Kemudian tren berikutnya industri logistik nasional terus membenahi performa dari tahun ke tahun. Berdasarkan indeks performa industri logistik dari World Bank pada 2018, Indonesia meloncat 17 peringkat ke peringkat 46 di 2018. Sebelumnya pada 2016, Indonesia hanya menduduki peringkat 63 dari 160 negara. Perbaikan performa ini juga tidak lepas dari pola perilaku belanja online masyarakat Indonesia yang menginginkan pengiriman cepat dan aman. 

"Di tahun ini, pelaku industri logistik akan terus berbenah dengan memanfaatkan perkembangan teknologi. Bahkan, McKinsey memprediksi akan ada lebih dari 1,6 miliar paket yang dikirimkan setiap tahun dari sektor e-commerce pada 2022," ujarnya.

Pihaknya juga melihat konsentrasi perdagangan digital masih di kota-kota besar di Pulau Jawa. Pada 2019, dia melihat adanya peluang bagi para pelaku e-commerce untuk merambah kota-kota di luar Pulau Jawa. Hal ini diperkuat dengan riset yang dikeluarkan Nielsen pada Desember 2018, terjadi peningkatan transaksi belanja online sebesar 6% di luar Pulau Jawa dibanding tahun sebelumnya, saat pesta belanja online berlangsung.

Metode pembayaran digital atau e-wallet pada 2018 menunjukan hasil yang positif, hal ini menjadikan sektor ini menjadi industri yang cukup menjanjikan di Indonesia. Namun, tipikal masyarakat Indonesia menginginkan kemudahan dan keamanan dalam bertransaksi. Sehingga metode pembayaran yang bersifat agnostik akan lebih banyak digemari, karena dapat digunakan oleh sumber dana manapun, perangkat merek apapun serta di merchant manapun.

"Potongan harga dan cashback masih menjadi andalan promosi. Pada 2019, semakin marak penawaran cashback. Cashback tersebut nantinya akan masuk ke e-wallet yang tentunya telah bekerja sama dengan e-commerce tersebut," jelasnya. kbc10

Bagikan artikel ini: