Kementan terus pacu asuransi pertanian untuk cabai dan bawang

Selasa, 19 Februari 2019 | 05:43 WIB ET

JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) sampai saat ini terus membahas asuransi untuk cabai dan bawang. Pembahasan ini dilakukan untuk menemukan indeks resiko untuk kedua komoditas ini.

“Sampai sekarang, kami masih mempertimbangkan indeks risikonya. Untuk kedua komoditas ini besar biaya produksinya, tidak seperti padi. Kita harus melihat berapa yang di-cover asuransi, berapa besar polis, dan lainnya,” ujar Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy, Senin (18/2).

Meski begitu, Sarwo Edhy mengatakan, Kementan sudah berkomitmen akan menjamin asuransi untuk bawang merah dan cabai. Hanya saja, penentuan indeks risiko ini pun harus dilakukan oleh berbagai pihak mulai dari pihak asuransi hingga para ahli.

"Bagaimanapun petani bawang merah dan cabai juga butuh gerlindungan gagal panen seperti petani padi. Kita terus upayakan hal itu," kata Sarwo Edhy.

Sebelumnya, asuransi pertanian ini sudah disediakan untuk padi dan ternak. Dikatakannya, Kementan pun masih terus berupaya mengedukasi petani untuk menggunakan asuransi ini. Saat ini juga sudah banyak petani yang mulai menggunakan asuransi secara mandiri.

“Ini akan kita dorong. Setelah dia merasa itu ada manfaatnya, polis Rp 180.000 itu tidak akan ada artinya dibandingkan manfaat yang mereka peroleh,” kata Sarwo Edhy.

Sarwo Edhy mengakui, Pemerintah saat ini masih fokus memberikan asuransi pada komoditi padi dan ternak sapi. Alasannya, dua usaha pertanian tersebut resikonya paling tinggi ketimbang yang lainnya.

“Komodiiti pangan lain seperti jagung resikonya kecil terkena OPT, kekeringan dan banjir. Jadi kita cover yang terkena dampak besar seperti padi,” kata Sarwo Edhy.

Sementara asuransi ternak sapi, kata Sarwo Edhy, bertujuan untuk mengamankan indukan yang selama ini banyak dipotong. Apalagi pemerintah sudah membuat peraturan pelarangan pemotongan betina produktif. 

“Jadi yang kita targetkan adalah komoditas yang mudah terkena resiko,” katanya.

Untuk asurani usaha tani padi (AUTP), pemerintah menargetkan bisa mengcover 1 juta hektar (ha) lahan petani. Luasan tersebut berdasarkan pengalaman lima tahun terakhir lahan pertanian padi yang terkena musibah, serangan OPT, banjir dan kekeringan.

Luas lahan padi yang terkena banjir dan kekeringan dalam lima tahun terakhir rata-rata 528 ribu ha dan terkena OPT sekitar 138 ribu ha. 

“Kalau kita jumlahkan tiap tahun lahan tanaman padi yang terkena dampak perubahan iklim dan OPT mencapai 600 ribu ha,” beber Sarwo Edhy.

Untuk AUTP, tanaman yang bisa diganti adalah yang gagal panenya hingga 75% dari luas tanamnya. Petani hanya membayar premi 20%, sedangkan sisanya disubsidi pemerintah. Sedangkan untuk AUTS adalah ternak sapi yang hilang dan mati terkena penyakit. Untuk peternak hanya membayar premi sebesar Rp 40 ribu.

Bagikan artikel ini: