Mau libatkan swasta bangun ibu kota baru, pemerintah ogah obral insentif

Selasa, 14 Mei 2019 | 10:16 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Pemerintah dikyakini tidak akan memberi banyak insentif kepada pihak swasta, meski pemerintah mengundang pengusaha untuk ikut membangun kawasan ibu kota baru. 

Padahal rencananya, kalangan swasta akan banyak dilibatkan untuk membangun sektor komersil untuk menunjang fasilitas di kawasan ibu kota baru. 

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengakui, pemerintah tidak akan memberi banjir insentif karena dukungan yang paling dibutuhkan swasta adalah soal ruang dan kepastian masa konsesi lahan di kawasan ibu kota baru. Sebab, Bambang menilai pihak swasta merupakan kalangan yang sudah siap membangun kota secara mandiri, khususnya kawasan perumahan (residensial).

"Kalau insentif lain saya lihat tidak terlalu diperlukan. Praktiknya, mereka tidak minta insentif apa-apa juga, butuhnya kepastian lahan saja," ucap Bambang di Kantor Staf Presiden (KSP), Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (13/5/2019). 

Lebih lanjut, Bambang juga menekankan pihak swasta juga tak perlu diberi dukungan insentif fiskal, misalnya pengurangan dan keringanan pajak. "Mereka yang penting hanya pemerintah beri kepastian konsesi, itu jauh lebih penting daripada tax insentif atau insentif fiskal lain," tekannya. 

Bambang menilai sekalipun ada dukungan lain yang perlu diberikan kepada swasta, pemerintah hanya bisa memastikan soal skema kerja sama pembiayaan. Misalnya Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dan Pembiayaan Infrastruktur Non Anggaran (PINA). 

"Nanti bisa dengan KPBU, itu kan juga insentif, karena mereka dapat kepastian soal proyek dan return (imbal hasil)," jelasnya. 

Di sisi lain, meski akan minim memberi insentif kepada swasta, namun Bambang menekankan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tetap diupayakan seminimal mungkin. Menurut Bambang, penggunaan APBN bisa tetap minimal asal pemerintah bisa memaksimalkan penggunaan lahan milik negara ketika membangun kawasan ibu kota baru. 

Dengan begitu, sambungnya, pemerintah tak perlu boros mengeluarkan anggaran pembebasan lahan. Kemudian, pemerintah akan memaksimalkan utilisasi gedung-gedung perkantoran yang tak lagi digunakan nanti. 

Ia mengatakan terbuka pilihan bahwa gedung-gedung pemerintahan itu akan disewakan kepada pihak swasta yang ingin berkantor di jantung DKI Jakarta. Misalnya, dengan menggunakan skema Kerja Sama Pemanfaatan (KSP) secara jangka panjang. 

"Nanti kami bisa dapat revenue (pendapatan) dari penyewaan itu, lalu pemerintah juga dapat pembayaran PBB (Pajak Bumi dan Bangunan). Ini bisa dipakai untuk pembangunan ibu kota baru," terangnya. 

Sebelumnya, Bambang mengestimasi pembangunan ibu kota baru akan membutuhkan anggaran sebesar US$23-33 miliar atau setara Rp323-466 triliun. Namun, kebutuhan anggaran sebesar itu sejatinya tidak dipenuhi oleh satu tahun APBN, namun beberapa tahun. kbc10

Bagikan artikel ini: