Inflasi Mei tinggi, ekonom minta pemerintah jaga agar tak berlanjut

Senin, 10 Juni 2019 | 19:09 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Inflasi Mei 2019 yang baru saja dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) tercatat sebesar 0,68% secara bulanan (mom) atau 3,32% secara tahunan (yoy). Angka tersebut cukup tinggi bila dibandingkan pergerakan inflasi sejak awal tahun.

Ekonom Asia Development Bank Institute (ADBI) Eric Sugandi mengatakan, kondisi inflasi yang cukup tinggi ini sifatnya hanya sementara saja. Kendati begitu, tetap perlu diwaspadai bila inflasi tinggi terus berlanjut.  "Kalau tekanan inflasinya persisten, daya beli masyarakat dan konsumsi rumah tangga bisa terganggu," ujar Eric, Senin (10/6/2019).

Menurutnya, tekanan pada bulan Juni akan sedikit reda dibanding bulan Mei. Kendati begitu, tekanan faktor musiman juga akan kembali dirasakan pada bulan Juli saat tahun ajaran baru dan Desember saat perayaan Natal dan menjelang tahun baru. "Sementara tekanan dalam enam bulan ke depan mungkin lebih banyak datang dari sisi supply," ujar Eric.

Tekanan yang dimaksud adalah pasokan bahan makanan seperti cabai, bawang merah dan bawang putih alias bumbu dapur. Kemudian risiko naiknya harga minyak dunia jika ada gangguam di sisi suplai juga pelemahan rupiah.

Hanya saja, tambah Eric, menurutnya harga minyak cenderung akan turun karena kekhawatiran melambatnya ekonomi global akibat perang dagang Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok akan menurunkan permintaan global.

Hal senada juga diungkapkan oleh ekonom Bank Negara Indonesia (BNI) Ryan Kiryanto. Inflasi Mei 2019 yang di atas konsensus terjadi secara musiman jelang Idul Fitri. Permintaan konsumsi masyarakat melonjak terutama bahan makanan, makanan jadi, rokok dan tembakau, serta transportasi dan komunikasi. "Secara umum laju inflasi masih on the track," ujar Ryan.

Selain itu, lonjakan inflasi ini menyiratkan geliat ekonomi yang tinggi dari sisi konsumsi rumah tangga, tercermin dari lonjakan harga dari kelompok bahan makanan, makanan jadi dan transportasi. Hal ini, ujar Ryan, berefek positif ke pertumbuhan ekonomi kuartal dua. Dia memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal ini sebesar 5,1% hingga 5,25%.

Kepala BPS Suhariyanto juga menjelaskan inflasi inti pada bulan ini yang mencapai 3,12% yoy masih dalam target sasaran sekitar 3,1%. Inflasi inti tersebut menunjukkan daya beli konsumen masih cukup baik.

"Itu yang kita harapkan kalau daya beli masyarakat pada Lebaran ini yang memacu pertumbuhan ekonomi. Kalau meningkatkan ekspor tantangan juga banyak," ujar Suhariyanto.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo juga menyampaikan bahwa inflasi pada bulan lalu masih terkendali meskipun lebih tinggi dari perkiraan. Menurutnya, ke depan inflasi akan rendah dan terkendali sebab ekspektasi inflasi terjaga dengan baik dan pasokan barang dan jasa terhitung cukup. kbc10

Bagikan artikel ini: