Pengusaha pesimis target pertumbuhan ekspor 8% tercapai, ini alasannya

Selasa, 23 Juli 2019 | 07:51 WIB ET

JAKARTA, kabarbisnis.com: Kalangan pelaku usaha pesimistis target pertumbuhan ekspor sebesar 8 persen menjadi US$ 175,8 miliar yang dipatok p[emerintah pada tahun ini bisa tercapai.

Ketua Komite Tetap Ekspor Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Handito Joewono mengatakan, target tersebut akan sangat sulit dicapai pada akhir tahun apabila berkaca pada laju pertumbuhan ekspor nonmigas sepanjang semester I/2019 yang masih negatif.

“Sulit jika kita masih berkutat dengan menyalahkan kondisi ekonomi global yang terus menekan perekonomian kita. Buktinya Vietnam saja masih mencatatkan kinerja positif. Berarti apa yang kita lakukan selama ini, baik pemerintah maupun pengusaha masih belum tepat sasaran,” kata Handita, Minggu (21/7/2019).

Lebih jauh Handita meminta pemerintah lebih realistis untuk menetapkan target ekspor pada sisa akhir tahun ini. Pasalnya, apabila gap antara target dan capaian ekspor nonmigas tahun ini terlalu besar, maka akan membuat kepercayaan investor untuk masuk ke Indonesia semakin berkurang.

Tahun lalu, kata Handita, kalangan pengusaha sudah khawatir karena laju pertumbuhan ekspor nonmigas hanya 6,68 persen secara tahunan, padahal target yang dicanangkan 11 persen. "Kalau tahun ini target ekspor kembali gagal tercapai dan gap-nya jauh dari realisasi, maka investor akan bertanya-tanya, seberapa prospektif negara kita nanti untuk investasi,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno mengatakan, pemerintah dan kalangan usaha harus bekerja keras agar kinerja ekspor nonmigas tidak mengalami penurunan pada tahun ini. Ia pun mendukung upaya pemerintah untuk memetakan ulang target ekspor nonmigas pada tahun ini.

Terlebih, kata Benny, Indonesia masih menjadi negara dengan kinerja ekspor terburuk di kelompok Asean 5 yang terdiri dari Thailand, Filipina, Malaysia, dan Vietnam sepanjang Januari - Mei 2019. Revisi target pertumbuhan ekspor pun telah dilakukan oleh salah satu negara anggota Asean 5 yakni Thailand pada Juni lalu dari 8 persen menjadi 3 persen secara tahunan pada tahun ini.  

Menurut Benny, tidak perlu upaya muluk-muluk untuk menggenjot ekspor nonmigas. Kita hanya perlu maksimalkan ekspor di sektor manufaktur seperti, ban, elektronik, furnitur, pakaian jadi dan farmasi. "Saya yakin, komoditas itu akan mampu menutup koreksi kinerja ekspor dari sektor komoditas seperti CPO,” ucapnya.

Selain, itu Benny juga mendesak kepada lembaga pemberi pinjaman ekspor untuk segera menurunkan bunga pinjaman ekspor, untuk menstimulus ekspor nasional. Terlebih, lanjutnya,  Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga acuannya pada bulan ini menjadi 5,75 persen.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor nonmigas pada Januari - Juni 2019 terkoreksi 6,54 persen secara tahunan menjadi US$ 74,21 miliar. Komoditas yang menyumbang persentase penurunan nilai ekspor terbesar adalah lemak dan minyak hewan/nabati yang turun 18,13 persen secara tahunan menjadi US$ 8,08 miliar.

Posisi kedua adalah alas kaki, yang turun 12,17 persen secara tahunan menjadi US$2,19 miliar. Sementara itu, komoditas lain yang mengalami penurunan nilai ekspor sepanjang semester I/2019 adalah bahan bakar mineral, mesin/peralatan listrik, karet dan barang dari karet, serta mesin/peralatan mekanik. kbc10

Bagikan artikel ini: