Industri AMDK keberatan dibebani biaya jasa pengelolaan air
JAKARTA, kabarbisnis.com: Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih terus melakukan pembahasan Rancangan Undang-undang Sumber Daya Air (RUU SDA).
Aturan pada pasal 47 huruf (g) untuk menyisihkan paling sedikit 10% dari laba usaha untuk konservasi SDA menuai berbagai protes dari para pengusaha, khususnya pengusaha air dalam kemasan (AMDK).
Atas rencana tersebut, Ketua Asosiasi Perusahaan Air Minum dalam Kemasan (Aspadin), Rachmat Hidayat mengaku pelaku usaha industri AMDK keberatan karena berpotensi menambah tekanan dalam kegiatan usaha.
"Asosiasi tidak bisa menerima kewajiban tersebut, karena biaya konservasi sudah ada di dalam komponen pajak air yang kami bayarkan," jelasnya, Selasa (23/7/2019).
Soal besaran komponen pajak yang dibayarkan untuk kepentingan konservasi SDA, Rachmat mengatakan nilainya variatif, tergantung kondisi sumber daya air di setiap daerah.
Rachmat juga menilai RUU SDA dapat mengancam keberlangsungan dunia usaha. Pasalnya, RUU SDA mencampuradukkan fungsi sosial dan ekonomi industri AMDK.
"Kalau untuk fungsi ekonomi memang sudah keniscayaan jika kegiatan usaha membutuhkan air. Maka, hal lain yang lebih penting diatur oleh pemerintah agar fungsi sosial tidak dilanggar oleh fungsi ekonomi," katanya.
Ia mengaku pihak Aspadin mendukung kerja sama pelaku usaha dengan pemerintah maupun badan usaha milik negara/daerah dalam hal menjalankan fungsi sosial air. kbc10
Hati-hati! Ditemukan 164 aplikasi jahat di Android Play Store
Makin populer, aplikasi pesaing WhatsApp kini dukung Bahasa Jawa
Ada 'harta karun' tersembunyi di lumpur Lapindo Sidoarjo, apa itu?
Pelanggan melejit di tengah pandemi, Netflix raup pendapatan Rp350 triliun
Erick khawatir mobil listrik bakal ganggu bisnis SPBU Pertamina